Jusuf Kalla, Minta Aturan Pemilu Flaksibel, Ketum M34 Kirim Tim Pengawas Independen

  • Whatsapp
foto Istimewa

Jakarta IW

Wakil presiden Jusuf Kalla meminta pembatasan waktu pencoblosan di TPS-TPS flaksibel, Hal ini penting untuk menghindari tudingan pemilu tak netral, dan semua pihak bisa menerima siapapun pemenang pada Pemilu 2019 nanti.

Read More

TPS yang jumlah pemilih banyak dan pemilihnya sedikit harus dibedakan. Untuk itu, harus ada kebijakan-kebijakan yang pleksibel agar warga pemilih bisa menyalurkan  suaranya deangan tenang, demikian Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika diwawancarai wartawan di Indonesia Convenition Centre, Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, Senin (15/04) kemarin.

Tim Pemantau Independen M34

Sementara Ketua Umum, Militan 34, Dr. Anwar Husin, SH, MH, MM, meminta petugas panitia pemilihan Luar Negeri (PLPN), untuk menunjukan profesionalitasnya, menyusul  adanya kekisruhan pemilu di sejumlah negara.

“Dari video-video yang beredar terkesan panitia penyelenggara tidak netral, hanya mengakomodasi kepentingan pemilih tertentu. Ia pun menyayangkan alasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyebutkan bahwa sejumlah kekisruhan di luar negeri disebabkan banyaknya pemilih yang belum terdaftar. “Hak demokrasi warga, jangan dirampok,” ujar pria yang telah malang-melintang berbagai organisasi, melalui rilis yang diterima Indonesia Weekly, Senin, 15 April 2019 sore.

Indikasi Kecurangan

foto Ist: suasana Pemilu di Sydney,
Australia

Melihat banyaknya kekisruhan tersebut, tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Ma’ruf Amin melaporkan sejumlah Panitia Penyelenggara Pemilihan Luar Negeri (PPLN) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Senin malam, 15 April 2019.

Direktur Advokasi dan Hukum TKN Ade Irfan Pulungan mengatakan, laporan tersebut dibuat agar Bawaslu melakukan investigasi terhadap sejumlah kekisruhan Pemilu di luar negeri. Laporan tersebut berdasarkan sejumlah pengaduan yang diterima TKN dari warga Indonesia di luar negeri.

“Kami mendapat pengaduan secara resmi di posko pengaduan kami dari sebagian besar WNI di luar negeri. Terutama di Sydney, itu yang paling menonjol kecurangan-kecurangan dan pelanggaran Pemilu yang terjadi,” ujar Ade Irfan setelah membuat laporan di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin malam, 15 April 2019.

Menurut Ade Irfan, Bawaslu harus bergerak cepat untuk menyelidiki penyebab tidak mulusnya proses pemungutan suara di luar negeri. Ia mengaku tidak hanya menerima laporan dari Sydney, Australia, tetapi juga di lima negara lain.

“Apakah ini dilakukan secara masif oleh kelompok tertentu untuk mengacaukan atau apakah ini ada unsur kesengajaan atau keterbatasan penyelanggara pemilu,” ujarnya. (zul)

Related posts