Jakarta IW
Kebijakan presiden Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
yang dianggap gagal harus menjadi catatan Presiden Jokowi dalam membuat program
pembangunan pada priode kedua pemerintahannya. Ketua Militan 34 dan Loyalis
presiden Jokowi Dr. Anwar Husin, SH,MH,MM, sependapat dengan pernyataan Wakil
Presiden Jusuf Kalla (JK} ada dua kebijakan keliru yang dilakukan pemerintah
sebalumnya sehingga menghabiskan anggaran Rp 6000 triliun.
Pernyataan JK tersebut kata Anwar disampaikan dalam acara
Simposium Ekonomi di gedung MPR, Senayan, Jakarta Pusat Rabu (12/7/2017) lalu. JK mengatakan Indonesia
mengalami kerugian banyak pada krisis ekonomi pada tahun 1997-1998.
Memang kata Anwar pada saat itu, Indonesia menganut paham
liberalisme dan melakukan regulasi sehingga bank-bank banyak berdiri di
Indonesia. Kala itu, berdiri sekitar 250 bank di Indonesia. Akibatnya, setiap
bank yang ada bersaing dan memberikan bunga tinggi dan menyebabkan kredit
macet.
Kesalahan pemerintah pada saat itu, melakukan penjaminan
sehingga menerbitkan blanket guarantee
dan BLBI dengan nilai total Rp 600 triliun. “Kalau diukur dengan bunganya
dan nilai saat ini itu nilainya setara bisa sampai Rp 3000 triliun,” sebut
JK.
Kesalahan kedua kata Anwar adalah pemberian subsidi yang
sangat besar, terutama untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2013-2014 dengan
nilai Rp 400 triliun. Nilai itu setara 25% dari total APBN. Dalam sepuluh tahun
pemerintahan sebelumnya, subsidi mencapai Rp 3000 triliun.
“Kalau Rp 6000 triliun itu sama dengan sekitar 25 tahun
kita membangun infrastrukur. Bayangkan semuanya itu, kalau saja setengahnya
saja itu untuk pembangunan, pasti kita bisa maju lewati Thailand,
Malaysia,” tegas JK.
Apa yang dikatakan JK, kata Anwar menjadi tanggungjawabnya
untuk mengingatkan kembali kesalahan dulu untuk tidak dilakukan lagi di masa akan
datang. Akibat kebijakan yang diambilnya sebelum jatuh adalah menanda tangani
LoI dengan IMF sebagai blank cheque
yang harus diselesaikan oleh rezim setelahnya. Beban masalah yang ditinggalkan
Soeharto kalau dikurskan sekarang dan ditambah dengan bunga obligasi rekap
mencapai Rp 3000 triliun.
Negara Insolvent
Menurut Anwar Husin, era Habibie, Gus Dur, dan Megawati
merupakan era tersulit bagi kita untuk berdamai dengan kenyataan. Indonesia
dinyatakan sebagai negara insolvent. Semua financial
resource tertutup. _Pemasukan lebih kecil dari pada pengeluaran. Kehidupan
politik tidak jelas.
SBY menjadi harapan, Indonesia bisa keluar dari proses
transisi dan terpilihnya SBY sebagai presiden secara demokrasi langsung pertama
di Indonesia. Tapi apa yang terjadi Tanya Anwar? Periode 2004 hingga 2014,
subsidi energi rata-rata memiliki porsi sebesar 21% dari APBN dan mengalami
porsi terbesar pada tahun 2008 yang mencapai 28%.
Di dalam subsidi energi, tambah Anwar alokasi subsidi BBM
adalah yang terbesar dengan mencaplok 80% dari seluruh subsidi energi. Jika
uang sebanyak itu SBY gunakan untuk membangun jalan tol tambah Anwar maka kita
sudah punya jalan tol Trans Sumatera dan Trans Jawa, juga kereta cepat
Jakarta-Surabaya dan puluhan kawasan industri berskala internasional, puluhan
bendungan dan irigasi untuk ketahanan pangan, bahkan setiap kota besar sudah
punya MRT.
Ketika Jokowi berkuasa, subsidi yang memanjakan rakyat
dihentikan. Anggaran direformasi secara fundamental dari berorientasi konsumsi
ke produksi. Efisiensi anggaran dilakukan dengan sangat ketat.
Walau pun diawali dengan fundamental ekonomi yang retak
karena current account
defisit, Jokowi tetap melaju dengan agenda besarnya. Menciptakan
kemandirian, bukan hanya lewat restruktur APBN dan hutang, tetapi juga revolusi
mental dengan menghapus semua bisnis rente yang melahirkan mafia di semua lini.
Hanya dua tahun
berkuasa, semua rating internasional berkaitan dengan indeks korupsi,
pembangunan, dan ekonomi membaik. Indonesia termasuk negara peringkat tiga terbaik ekonomi di antara anggota G-20. (***)
Kebijakan Keliru Rezim lama Harus Jadi Catatan Presiden Jokowi
