Jakarta Indonesia weekly
Warga Kelompok Tani Parit 5 Mandiri, Kelurahan Teluk Nilau kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, Terpaksa Melapor ke Kapolri Cq Direktoral Tindak Pidana Umum, Kabag Reskrim Mabes Polri di Jakarta.
Pasalnya selama 20 tahun bermitra warga mengaku tidak pernah menerima hasli dan tidak memilik dampak ekonomi yang mensejahterakan dan menguntungkan warga khususnya dengan Kelompok Tani 5 Mandiri.
Laporan warga ke Mabes Polri tersebut, ditembuskan juga kepada Kementerian ATR, Kementerian LHK, kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Bupati Tanjung Jabung Barat, Kapolres Tanjab Barat CQ Kasat Reskrim, DPN Apresiasi Lingkungan dan Hutan Indonesia (DPN ALUN) serta instansti terkait lainnya.
Menurut DM Efendi, Ketua Kelompok Tani 5 Mandiri, kerjasama warga kelompok tani parit 5 Mandiri dengan PT WKS (Wira Karya Sakti) selama ini hanya jadi penonton dan tidak pernah menerima hasil yang menguntungkan yang dijanjikan pihak perusahaan pada awal kerjasama.
Padahal dalam kerjasama tersebut tanah warga yang dimitrakan seluas 250 hektar telah digunakan selama dua puluh tahun oleh PT WKS. Bahkan tanah warga yang tadinya seluas 338 hektar, kini berkurang 88 hektar (berdasarkan surat keterangan tanah dari Kades yang diketahui camat setempat).
“Sepertinya tanah kami, (kelompok tani Parit 5 Mandiri-Red) mau dimiliki diduga oleh phak oknum perusahaan dengan cara merubah peta lokasi untuk menghilangkan jejak,”ujar Ketua Kelompok Tani Parit 5 Mandiri, DM Efendi dalam surat laporan tertanggal 03 Maret 2022.
Untuk itu, kelompok tani, Parit 5 Mandiri ingin mengakhiri kerjasama dengan PT WKS. “Kami mau mengarap atau mengambil kembali tanah/kebun kami yang dikelolah PT WKS,” ujarnya.
Namun upaya Kelompok Tani 5 Mandiri nampaknya tak akan semudah membalikkan telapak tangan. Ketua Umum Alun Baharudin Rachman, ketika diwawancarai Sabtu, sore (19/03) di sebuah tempat di kawasan Jakarta, mengatakan bahwa warga dihalang-halangi para preman yang diduga kaki-tangan oknum perusahaan.
Melalui Koperasi
Untuk itu kata Baharudin, persoalan ini, bisa diselesaikan dengan baik. Lebih lanjut kata Baharudin Rachman, tanah seluas 338 hektar yang diserahkan masyarakat ke pihak perusahaan awalnya dikerjasamakan melalui Koperasi Tani Hutan Pematang Tungkung dan saat itu ditandatangani kedua belah pihak dan diketahui Bupati, Dinas Kehutan dan dinas terkait Tanjung Jabung Barat.
Namun PT WKS hanya menerima atau mengelola seluas 250 hektar. Terkat adanya persolan atau sengketa antara warga dan PT WKS, Baharudin Rachman berharap kepada Kementerian LHK turun tangan dan membenahi izin usaha yang dimiliki perusahan atau PT WKS.
Baharudin juga mempertanyakan dan minta Koperasi yang dipakai oleh perusahaan sebagai patnernya untuk dibubarkan. Sebagaimana keterangan warga kata Baharuddin, koperasi sebagai mitra perusahaan, selama in tidak pernah mengadakan RAT (Rapat Anggota Tahunan).
Seharusnya sebagai koperasi baik dan sehat setiap tahun harus melakukan RAT. Karena tujuan RAT adalah untuk mempertanggungjawabkan pengelola koperasi kepada anggotanya. Selain itu mengukur kinerja pengurus koperasi sejauh mana progress dan sisa hasil Usaha, asset modal dan lainnya. “kalau tidak pernah RAT bagaimana mempertanggungjawabkan pengelolaan koperasi kepada anggotan,”tandas Badarudin Rachman memaparkan. (zul).