Indonesia Weekly
Pakar Hukum Pidana, Dr. Anwar Husin, S.H,.M.M, meminta anggota DPR RI dan semua Ketua Umum Partai Politik untuk mendukung kehadiran UU Perampasan Aset sebagaimana yang diusulkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Penulis buku Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi melalui Pengunaan Retorative Justice tersebut, mengatakan, selama ini, upaya pemerintah, melakukan perampasan aset hasil tindak pidana dengan motif ekonomi , sering kali tidak berjalan efektif dan banyak kendala.
Dalam praktiknya aparat penegak hukum sangat sulit untuk melakukan perampasan asset hasil tindak pidana yang telah dikuasai oleh pelaku tindak pidana. Kesulitan yang ditemui dalam upaya perampasan aset hasil tindak pidana sangat banyak, seperti kurangnya instrument dalam upaya perampasan aset hasil tindak pidana.
Selalin itu kata Anwar, belum adanya kerjasama internasional yang memadai, dan kurangnya pemahaman terhadap mekanisme perampasan aset hasil tindak pidana oleh aparat penegak hukum, serta lamanya waktu yang dibutuhkan sampai dengan aset hasil tindak pidana dapat disita oleh negara,yaitu setelah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Urgensi pembentukan undang-undang tentang perampasan aset ujar Anwar saat ini sangat mendesak. Kompleksitas dari tindak pidana tersebut ujarnya sudah sangat berkembang, seperti mudahnya melarikan uang hasil tindak pidana, menggunakan komputer, jaringan internet, tanpa harus pergi ke luar negeri dan bisa dilakukan dengan waktu yang sangat singkat.
Ketentuan akan perampasan aset di Indonesia kata Anwar, baik secara pidana maupun perdata telah dituangkan dalam beberapa peraturan hukum seperti KUHP, KUHAP, dan UndangUndang Tipikor. Namun ketentuan yang ada ternyata belum dapat menjadi landasan dalam upaya perampasan aset menjadi efektif.
United Nation Convention Against Corruption (UNCAC), sebenarnya telah mengatur mengenai mekanisme yang dianggap lebih efektif dalam upaya perampasan aset, yaitu perampasan aset tanpa pemidanaan. Indonesia sebagai negara peratifikasi bisa melakukan penyesuaian ketentuan yang berlaku di dalam sistem hukumnya dengan UNCAC.
Putusan Pengadilan
Secara terminology, jelas Anwar UU Perampasan Aset adalah upaya paksa perampasan asset koruptor atau hasil kejahatan lainnya yang merugikan negara. Selama ini, lanjut Anwar aset yang disita dan dirampas oleh penegak hukum harus melalui putusan pengadilan.
Pada dasarnya kata Anwar, dalam penegakan hukum perdata sepenuhnya menjadi kewenangan pengadilan untuk menyita, melelang dan memberikan hasilnya kepada yang berhak.Sedangkan, untuk pidana dilakukan penegak hukum seperti Kejaksaan, KPK, Polri yang bisa merampas aset tersangka atau terdakwa. Tapi, ketika akan dipindah tangankan, seperti perdata, semua tetap harus melalui putusan pengadilan.
Anwar berharap, setelah UU Perampasa Aset disahkan pemerintah akan lebih mudah menyita asset hasil kejahatan, ”Begitu aset dirampas oleh negara, tanpa proses yang panjang, langsung bida menjadi milik negara tanpa harus ada proses peradilan,” kata Ketua Umum, Relawan Jokowi Militan 34 tersebut ketika berbincang-bincang di sebuah lobby hotel di Jakarta selatan, Jumat pagi (9/06).
Sebenarnya, tukas Anwar, Kejaksaan memiliki kewenangan walau kurang aktif karena cuma menyita aset-aset yang memang perkara korupsi atau pidana. Ketika ada perkara Kejaksaan bisa menyita, tapi yang menentukan bisa dirampas atau tidak tetap juga pengadilan,”Saya kira UU Perampasan Aset sangat bagus dan harus didukung semua pihak,” ujar Anwar.
Anwar Yakin UU Perampasan Aset di satu sisi masyarakat akan terlindungi dalam berusaha, di sisi lain negara bisa mempertahankan kehidupan kelembagaannya.”Ada keseimbangan antara hak masyarakat dengan hak negara dan Undang-Undang Perampasan Aset mengakomodir dua kepentingan itu,” tandas Anwar Husin yang pengacara yang handal tersebut. (zul)