Jakarta, IW
Status Hutan Lindung Baloi, Kota Batam yang sudah resmi dicabut pada era Menteri Kehutanan RI Zulkifli Hasan kembali beraroma tak sedap. Baru-baru ini redaksi IW menerima surat kaleng berupa foto copy surat pernyataan bermatere.
Untuk mencari kebenaran dan menghindari finah redaksi melakukan konfirmasi terhadap AU lewat ponselnya. Namun, secara tergesa-gesa ia mengatakan tidak ada dan sudah ditangani konsultan inisial JM.
Sementara RT setelah dikontak lewat ponselnya tidak menjawab
konfirmasi IW. Surat perjanjian
pembayaran jasa tersebut nominalnya berjumlah tiga dolar lima puluh sen Singapora
permeter persegi. Dalam surat tersebut, pembayaran fee, akan dilakukan tiga
tahap.
Tahap pertama dibayar 50 persen setelah izin prinsip dan sket lokasi terbit. tahap kedua 25 persen akan dibayar setelah tiga bulan izin prinsip. Sedangkan tahap ketiga 25 persen tiga bulan setelah pelunasan.
Surat perjanjian tersebut tertanggal 6 Maret 2003 dan ditandatangani inisial AU dan RT. Didugaan pelepasan lahan tersebut sebagai fee oknum.
Untuk diketahui Status hutan Lindung Baloi, Kota Batam ditandai dengan terbitnya dua Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) No. 724/menhut-II/2010 tentang penetapan kawasan Hutan Lindung Sei Tembesi seluas 838,8 hektar dan SK No. 725/menhut-II/2010 tentang pelepasan kawasan Hutan Lindung Baloi seluas 119,6 hektar. SK tersebut tertanggal 30 Desember 2010.
Rencananya awal lahan eks hutan lindung ini akan dibangun sebagai pusat kawasan bisnis serta jasa dan akan dijadikan sebagai land mark Kota Batam. Kedua SK Menhut itu diserahkan Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan kepada saat itu Walikota Batam Ahmad Dahlan dan Ketua Badan Pengusahaan (BP) Batam Mustofa Widjaja, Senin (25/4/2011) di Graha Kepri, Batam.
Proses alih fungsi Hutan Lindung Baloi ini sempat diterpa isu dugaan korupsi miliaran rupiah. Sebagian Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) dari lahan Hutan Lindung Dam Baloi yang dibayarkan pengusaha diduga menguap ke sejumlah pejabat Otorita Batam dan Pemko Batam.
Bahkan ketika Antasari Azhar saat menjabat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat turun langsung ke Batam menyikapi dugaan tersebut. Tetapi hingga kini tak jelas kelanjutannya. Untuk diketahui pada tahun 2008 Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat memeriksa 15 pejabat dari lingkungan Pemkot Batam, Otorita Batam (OB), Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Batam, anggota DPRD Kota Batam dan pengusaha di Batam terkait alih fungsi Hutan Lindung Baloi, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam.
Dari 15 orang yang diperiksa KPK adalah mantan Ketua DPD REI Khusus Kota Batam yang juga bos dan pemilik perusahaan properti PT MAS Eddy Hussy, Sekdako Batam Agussahiman, Asisten I Sekdako Batam Asyari Abbas, mantan Kabid Pertamanan dan Estetika OB yang kini menjabat Kepala Bapedal Kota Batam Dendy N Purnomo, dan Direktur Pelaksana PT Mega Indah Propertindo Sulaiman.
Diduga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah mempermasalahkan pengelolaan uang wajib tahunan Otorita (UWTO).Uang wajib tahunan berjumlah Rp44.295.671.250 yang disetorkan oleh 10 pengusaha penerima alokasi lahan di Dam Baloi, dan adanya aliran dana yang tidak jelas ke rekening Otorita Batam ataupun Pemko Batam. (zul)