Jakarta – Indonesia Weekly
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) harus melibatkan semua stakeholder, dalam mengungkap kasus pencucian uang.
Perkembangan produk, jasa, dan teknologi di industri keuangan semakin kompleks. Kondisi ini memicu peluang pihak-pihak tidak bertanggungjawab menggunakan produk dan layanan tersebut dengan tidak semestinya.
Menurut Pakar Hukum Pidana, Dr. Anwar Husin, S.H,M.M, ketika dihubungi lewat ponselnya Senin pagi, (08/02), Peraturan perundang-undangan terkait tindak pidana pencucian uang yang sekarang berlaku, termasuk konvensi dan perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia, secara keseluruhan sudah cukup memadai.
Namun dalam pelaksanaannya belum berjalan secara efektif, karena masih ada kelemahan dan kendala yang memerlukan penyesuaian atau penyempurnaan. UU TPPU yang berlaku saat ini jelas Anwar, masih memiliki keterbatasan dalam upaya pendeteksian tindak pidana pencucian uang.
Terdapatnya beragam penafsiran atas beberapa rumusan norma dalam peraturan perundang-undangan terkait TPPU yang berlaku saat ini, dan penerapan konvensi-konvensi terkait TPPU masih menghadapi benturan dengan sistem hukum Indonesia, antara lain ketentuan mengenai serious crime yang tidak dikenal dalam Hukum Pidana Indonesia.
Kewenangan instansi-instansi terkait dengan pelaksanaan tindak pidana pencucian uang belum di atur secara jelas dan tegas dalam UU TPPU, antara lain mengenai kewenangan penyidik tindak pidana asal untuk menyidik TPPU, kewenangan PPATK untuk melakukan pemblokiran harta kekayaan.
Demi mengurangi penggunaan bank dan institusi keuangan dalam tindak kejahatan keuangan, penerapan Anti-Money Laundering (AML) alias Anti Pencucian Uang yang optimal dan efektif sangat diperlukan.
Terkait dengan pencucian uang dan pendanaan terorisme, PPATK kata Anwar, tak perlu berkompromi memblokir dana Korporasi dan Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) atas Dana Milik Orang atau Korporasi yang Tercantum dalam DTTOT.
Apalagi katanya, Bank Indonesia ( BI) dalam pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme melalui peran BI sebagai otoritas sistem pembayaran sudah mendukung penuh. Hal ini diwujudkan dalam 3 (tiga) strategi, yaitu pemenuhan standar atau prinsip Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT), baik secara nasional maupun internasional.
Selain itu, BI juga telah melakukan peningkatan awareness publik dan penyelenggara terkait risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), juga peningkatan koordinasi/kerja sama antar lembaga, secara nasional dan internasional.
Kerja Senyap
Dalam mempersangkakan pelaku pencucian uang dan mencantumkan identitas orang dan korporasi dalam daftar terduga dan organsisasi teroris (DTTOT) kata Anwar, penegak hukum harus mempunyai bukti lengkap sehingga tersangka tak bisa mengelak atas kejahatan yang dilakukannya.
Penegak hukum dalam menyidik, pelaku pencucian uang dan pelaku pendanaan kejahatan terorisme. harus bekerja senyap. Untuk itu, perlu adanya kerjasama antar lembaga dalam memberantas pelaku pencucian uang.
Lebih lanjut kata Anwar pelaku pencucian uang menyimpan hasil kejahatannya sekarang inig tak hanya di rekening pribadinya, tetapi juga menempatkan hasil kejahatan di sistem keuangan, seperti perbankan, pasar modal dan asuransi.
Kalau dulu orang menyimpan uang hasil kejahatan untuk diri sendiri, sekarang menstransfer ke pembantunya, istri pembantunya, suami pembantunya atau istri supirnya. Pelaku juga kerap melakukan pemindahan uang atau aset agar semakin jauh dari asal-usulnya.
Mereka juga menyimpan uang hasil pencucian uang di tempatkan di bank satu kota, besoknya ditransfer ke bank lain, ke rekening atas nama orang lain yang jauh dari dirinya. Biasanya pelaku pencucian uang ini membelikan aset di sebuah wilayah.
Namun menggunakan atas nama orang lain yang jauh dari lingkaran keluarganya. Lalu pelaku biasanya memiliki strategi dengan berpura pura membeli atau kredit dari orang yang namanya digunakan sebagai pemilik aset.
“Dibawa ke notaris kemudian digadaikan atau ajukan kredit agar asetnya jadi atas namanya. Ini salah satu modus yang digunakan dalam pencucian uang,” imbuh Loyalis Jokowi tersebut, ketika berbincang-bincang lewat ponselnya Minggu,sore (07/02) kemarin.
Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional di bidang APU PPT, Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (UU TPPT) sebagai landasan hukum yang kuat dalam segala upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT.
Presiden RI juga telah menetapkan pembentukan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite TPPU) yang merupakan badan koordinasi nasional yang terdiri dari 16 Kementerian/Lembaga yang bertugas untuk melakukan koordinasi nasional dalam pengambilan kebijakan pencegahan dan pemberantasan TPPU/TPPT dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.
Pada tahun 2017, Komite TPPU telah menetapkan Strategi Nasional Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme tahun 2017 – 2019 yang mencakup 7 strategi. Pertama, menurunkan tingkat tindak pidana narkotika, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana perpajakan melalui optimalisasi penegakan hukum TPPU. Kedua, mewujudkan mitigasi risiko yang efektif dalam mencegah terjadinya TPPU dan TPPT di Indonesia.
Ketiga, optimalisasi upaya pencegahan dan pemberantasan TPPT. Keempat, menguatkan koordinasi dan kerjasama antar instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta. Kelima, meningkatkan pemanfaatan instrumen kerjasama internasional dalam rangka optimalisasi asset recovery yang berada dinegara lain.
Keenam, meningkatkan kedudukan dan posisi Indonesia di forum internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT. Ketujuh, penguatan regulasi dan peningkatan pengawasan pembawaan uang tunai lintas batas negara sebagai media pendanaan terorisme.
Anwar menilai, untuk mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme,memanfaatkan teknologi yang paling baru dan juga adanya sinergi antar penegak hukum, serta melakukan terobosan-terobosan baru. Salah satunya dengan membentuk public private partnership. (zul)