Refleksi Akhir Tahun Putusan Hakim Terhadap Harvey Moeis Mencoreng Komitmen Prabowo Dalam Pemberantasan Korupsi

  • Whatsapp
foto Ist Dr. H. Anwar Husin, S.H.M.H.M.M Pakar Hukum Pidana

Jakarta Indonesia Weekly

Komitmen tegas Presiden Prabowo diawal masa pemerintahannya untuk berperang melawan korupsi menumbuhkan asa dan semangat baru dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana diketahui, korupsi memiliki daya rusak yang sangat dahsyat, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi menjadi salah satu penyebab utama kemiskinan rakyat.

Read More

Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dalam slogan Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045, diwujudkan lewat visi misi delapan Asta Cita dimana, poin ketujuh  berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Namun putusan pengadilan terhadap Harvey Moeis nampaknya telah mencoreng poin ketujuh visi misi delapan Asta Cita Prabowo-Gibran. Pertimbangan sopan dan berkeluarga jadi alasan dan pertimbangan hakim memvonis ringan tersangka.

Putusan hukum tersangka Harvey Moeis jika dilihat dari kerugian negara Rp 370 triliun sepertinya tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya. Putusan hakim yang dirasa ringan dan tidak mempertimbangkan pengembalian kerugian negara sangat mencederai rasa keadilan masyarakat.

Dalakm kasus ini, Pengadilan seharusnya memberikan hukuman sebanding dengan kerugian negara, malah memberikan vonis yang tak setimpal. Pengadilan tak memberikan efek jera, yang seharusnya tidak memberikan tempat bagi tindakan korupsi dalam sistem yang seharusnya melindungi kepentingan publik.

Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengamanatkan hukuman maksimal bagi koruptor, apalagi jika kerugian negara besar. Selain itu, barang bukti seharusnya dikembalikan untuk memulihkan kerugian negara. Kerugian yang dialami PT Timah adalah kerugian negara secara langsung.

PT Timah berhak mendapatkan pengembalian aset untuk memastikan bahwa kerugian yang diderita dapat diminimalisir. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang merugikan negara secara langsung dan berdampak luas pada perekonomian serta kesejahteraan masyarakat.

Dalam kasus ini nampaknya hakim hanya mempertimbangkan peran pelaku dan tidak mempertimbangkan dampak perbuatan pelaku terhadap negara dan masyarakat. Keadilan itu berhubungan dengan hati nurani, bukan sekedar definisi semata. Ia, sangat berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari manusia.

Sesungguhnya keadilan merupakan salah satu tujuan utama dari sistem peradilan pidana di negeri ini. Keadilan juga merupakan prinsip fundamental dalam sistem hukum yang idealnya harus tercermin dalam setiap putusan pengadilan.

Konstitusi dan Undang-Undang memberi tugas dan wewenang kepada lembaga peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Untuk itu peradilan dituntut memberikan perlindungan berupa keadilan yang seadil-adilnya.

Peradilan harusnya menjalankan fungsinya dengan baik berdasarkan prinsip bebas dan mandiri, imparsial, transparan, menjunjung tinggi kode etik profesi dan penegakan hukum yang berkeadilan dan berkepastian hukum serta memberikan manfaat.

Aparat penegak hukum pada dasarnya memiliki kode etik dalam menjalankan profesinya. Hakim, Jaksa,dan Polisi tidak dapat seenaknya menjalankan tugas dan wewenang tanpa pedoman perilaku dalam berprofesi.

Jika diamati, ketentuan  dalam Kode Etik Profesi masing-masing aparat  penegak hukum mewajibkan agar setiap tugas  dan wewenang dijalankan sesuai dengan jalur hukum dan tidak ada penyalahgunaan wewenang.

Putusan Harvey Moeis telah mengabaikan nilai-nilai keadilan yang semestinya dirasakan oleh masyarakat. Hakim dalam perkara tata niaga timah di PT Timah Tbk 2019-2022 yang merugikan negara senilai Rp 300 triliun hanya divonis 6,6 tahun dari tuntutan jaksa 12 tahun dan uang pengganti Rp210 miliar.

Dimana bentuk keadialan itu. Sepertinya keadilan di negeri, menjadi barang mahal yang jauh dari jangkauan masyarakat. Putusan itu, sangat melukai rasa keadilan masyarakat dan menambah daftar panjang potret buram dalam praktik penegakan hukum di negeri ini.

Penegakan hukum dalam kasus  itu, sepertinya terkesan kuat masih berorientasi dalam bentuk keadilan prosedural yang sangat menekankan pada aspek regularitas dan penerapan formalitas legal semata. Penegakan hukum dalam kasus suami Sandra Dewi ini, terkesan kuat masih berorientasi dalam bentuk keadilan prosedural yang sangat menekankan pada aspek regularitas dan penerapan formalitas legal semata.

Keadilan substantif sebagai sumber keadilan prosedural, masih bersifat konsep parsial dan belum menjangkau seutuhnya ide-ide dan realitas yang seharusnya menjadi bagian intrinsik dari konsep dan penegakan keadilan.

Tidak mengherankan selama ini, dalam praktek penegakan hukum yang terjadi acap kali dijumpai ketidakpuasan dan kekecewaan masyarakat dan para pencari keadilan terhadap kinerja peradilan yang dianggap tidak objektif, kurang menjaga integritas, dan bahkan kurang professional.

Produk peradilan yang berupa putusan hakim, cenderung tidak dapat diterima oleh kalangan luas hukum serta tidak sejalan dengan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. Kata lain, putusan-putusan yang dijatuhkan tidak berdasarkan pada pertimbangan hukum yang cermat dan komprehensif (onvoeldoende gemotiverd), tetapi hanya didasarkan pada silogisme yang dangkal dalam mengkualifikasi peristiwa hukumnya yang kemudian berdampak pula pada konstitusi hukumnya.

Salah satu penyebabnya adanya dugaan konspirasi dan penyalahgunaan wewenang di antara aparat keadilan untuk mempermainkan hukum demi keuntungan pribadi. Banyaknya intervensi dan tekanan pihak luar terhadap hakim, terkadang membuat kinerja hakim tidak lagi optimal, atau bahkan memilih bersikap opportunis.

Realitas ini menjadikan penegakan keadilan berwajah ambivalen yang jauh dari nilai-nilai keadilan hakiki dan terkadang justru menyodok rasa keadilan itu sendiri. Keadilan substantif  dalam kasus ini, sebagai sumber keadilan prosedural masih bersifat konsep parsial dan belum menjangkau seutuhnya ide-ide dan realitas yang seharusnya menjadi bagian intrinsik dari konsep dan penegakan keadilan. ( Penulis adalah Dr. H. Anwar Husin, S.H.M.H.M.M, Pakar Hukum Pidana)

Related posts