Jakarta, Indonesia Weekly
Ketegasan dan konsistensi Presiden Jokowi dalam menjaga marwah negara khususnya dari pihak-pihak yang mengganggu konsensus kebangsaan diaprisiasi pakar Hukum Pidana, Dr. Anwar Husin, S.H, MM. keputusan pemerintah, menghentikan kegiatan dan membubarkan organisasi massa (Ormas) Front Pembela Islam ( FPI) katanya sudah tepat.
Anwar menerangkan alasan pemerintah melarang FPI karena tidak memiliki ijin atau surat keterangan terdaftar (SKT) sudah habis masa berlaku.”Maka organisasi itu sudah dengan sendirinya dapat dinyatakan tidak ada atau ilegal,” ujarnya kepada Indonesia Weekly, Kamis sore (31/12).
FPI kata Anwar, sudah tidak lagi memiliki legal standing baik sebagai ormas maupun organisasi biasa. Apalagi jelas Anwar FPI, berdasarkan data pemerintah, turut andil dalam menciptakan ketidaktertiban dan banyak melakukan tindakan provokasi dibebarapa tempat di Indonesia khususnya era pemerintahan Jokowi baik periode pertama maupun kedua.
Anwar, menyebut bukti-bukti yang didapat pemerintah sudah cukup menghentikan kegiatan dan pembuburan FPI. “Dalam konsideran Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan pemerintah, jelas sekali beberapa kasus yang melanggar sebagaimana rekam jejak FPI,” kata Anwar.
Dasar Pembubaran
Pakar hukum pidana tersebut kemudian menjelaskan dasar hukum pemerintah dalam melarang aktivitas FPI, yang tercantum dalam Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, di mana telah mengatur soal keberadaan organisasi kemasyarakatan.
Dalam Perppu No. 2 tahun 2017 mengatur tentang berbagai larangan yang Ormas terutama pada Pasal 59 ayat (3) yang di dalamnya menyebutkan : a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan; b. Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; c.
Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau d. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pasal selanjutnya, kata Anwar, terutama pasal 61 disebutkan sanksi yang tegas, dari mulai peringatan tertulis, penghentian aktivitas ormas sementara, hingga pencabutan izin badan hukum terhadap Ormas yang melanggar ketentuan itu. “Jadi, kebijakan Pemerintah, jelas memiliki landasan hukum,”sambung Anwar.
Ketegasan pemerintah ini, ujar pengacara kondang tersebut bisa menjadi momentum umat untuk kembali merekat perdamaian dan sekaligus juga meneguhkan kembali komitmen kebangsaan kita sebagai sesama anak bangsa.
Orang Kuat
Lebih lanjut kata Anwar, pemerintahan Jokowi bersama seluruh alat kelengkapan negara berusaha meyakinkan publik bahwa negara sudah hadir di tengah masyarakat untuk memastikan bahwa negara tidak boleh kalah oleh aksi kekerasan, aksi teror, pemaksaan kehendak..
Ditanya kenapa selama ini pemerintah seperti membiarkan kegiatan FPI? Menurut Anwar, faktor lain yang mengesankan pemerintah ‘gamang’ menangani FPI dan Rizieq selama ini, dugaan Anwar kemungkinan dipicu asumsi adanya elit yang diduga memanfaatkan FPI untuk kepentingan politik.
Kelompok kepentingan itu kata Anwar diduga mempunyai modal besar dan mendanai petinggi Front Pembela Islam (FPI)selama ini. “Mungkin mereka adalah jaringan masif, terstruktur terencana yang merasa tergangu terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi selama ini,” jelasnya.
Anwar menambahkan, jika dilihat sejarahnya,FPI lahir dari Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa pada 1998) yang memiliki beking dalam kekuatan dan pendanaan – artinya FPI sejak awal berdiri tidak otonom.
Terkait hal ini, Anwar menghimbau pemerintah tetap waspada terhadap orang-orang dibelakang kegiatan FPI selama ini. Karena orang dibalik layar tersebut bisa saja muncul kembali kemudian menganggu stabilitas nasional.
Penegak hukum harus mengungkap orang-orang yang bermain dibelakang FPI. Bila perlu aparat hukum menelusuri dan menangkap orang-orang dibalik layar tersebut. “Siapapun orangnya kalau sudah menganggu stabilitas Negara tanpa pandang bulu harus diamankan,” tandas Pakar Hukum Pidana tersebut . (***)