Jakarta-Indonesia Weekly
Mahkamah Agung (MA) mulai 22 Desember 2020, memberlakukan pedoman penerapan keadilan Restoratif di Indonesia.
Pedoman MA tersebut di sahkan melalui keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/ 2020 tentang pemberlakukan pedoman penerapan keadilan Restoratif(Restorative Justice).
Dalam keputusan tersebut Ketua Pengadilan Tinggi wajib melakukan pengawasan, monitoring dan evaluasi serta melaporkan pelaksanaan keadilan restorative Justice di wilayah lingkungan hukum di pengadilan masing-masing.
Menurut Pakar Hukum Pidana, Dr. Anwar Husin, S.H,M.M, keputusan tersebut akan mengurangi beban pengeluaran Negara yang selama ini cukup besar. Untuk itu, penyelesaian tindak pidana korupsi melalui pengunaan restorative Justice, medesak diterabkan.
Dalam implementasinya, peradilan pidana di Indonesia hingga saat ini cenderung mengabaikan kepentingan korban maupun pelaku dalam proses penanganan perkara tindak pidana ringan. Penyelesaian perkara tindak pidana ringan di luar sidang pengadilan melalui pendekatan restorative justice, jika dirumuskan menjadi norma kedalam ketentuan undang-undang tentunya lebih menjamin kepastian hukum.
Anwar menilai ketentuan Pasal 37 ayat (1) ayat (2) ayat (3) dalam UU No. 7 Tahun 2006 tentang ratifikasi konvensi 2003, bisa mengurangi terjadinya penumpukan perkara di Indonesia yang sekarang sudah over. Upaya penanganan perkara tindak pidana ringan melalui penyelesaian restorative justice ini perlu untuk dinormakan, sehingga dapat digunakan sebagai dasar hukum bagi aparat penegak hukum guna memenuhi rasa keadilan, kepastian hukum, kemanfaatannya bagi masyarakat. (***)