Jakarta Indonesia Weekly
Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, akan purna tugas akhir tahun 2021 ini. Nama-nama kepala Staf angkatan berpeluang dicalonkan sebagai Panglima TNI.
Menurut, pakar hukum Pidana dan Ketua Umum Indonesia 34,Dr. Anwar Husin, SH,M.M, ketika berbincang lewat ponselnya Kamis, siang (26/08) , pergantian Panglima TNI merupakan hal biasa dan sudah rutin terjadi.
Terlebih, korps militer Indonesia itu sudah punya mekanisme sirkulasi elite yang sudah mapan. Mekanisme sirkulasi panglima yang sudah “mapan” melalui tradisi TNI tidak selayaknya dirusak oleh lobi-lobi politik, yang dalam perspektif kenegaraan dapat merusak marwah institusi TNI.
Presiden tambahnya memiliki hak istimewa untuk mengusulkan seorang calon Panglima TNI kepada DPR RI. Calon Panglima TNI dapat dipilih secara bergilir dari setiap angkatan di tubuh TNI. Namun presiden mempunyai hak Prerogatif dan tidak bisa di intervensi siapapun.
Artinya Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Yudo Margono dan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal Fadjar Prasetyo berpeluang mengantikan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.
Calon Panglima TNI seyogyanya kata Anwar, lahir bukan dari hasil lobi politik, tetap dipilih berdasarkan profesionalitas, kepemimpinan, integritas dan loyalitas terhadap presiden sebagai panglima tertinggi. “Karena Panglima TNI itu, harus menjalankan politik negara bukan politik praktis” tukas Anwar.
Presiden kata Anwar tentunya tidak akan sembarangan memilih Panglima TNI. Sosok Panglima TNI yang dipilih Presiden, yang jelas harus memahami perang hibrida, teknologi informasi,teriitorial dan bisa melihat perkembangan lingkungan strategis pada tataran ragional dan global. “Selain itu, dekat dan loyat terhadap Presiden Jokowi,” ujarnya
Aturan Pemilihan
Jadi tegas Anwar berdasarkan undang-undang syarat calon panglima TNI, tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa Presiden harus mengilir angkatan. Aturan hukum pengangkatan Panglima TNI khususnya tertulis dalam pasal 13 UU Nomor 34 Tahun 2004 TNI sbb.
Pasal 13 (1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima, (2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI. (4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
(5), untuk mengankat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Presiden mengusulkan satu orang Calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(7)Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai penganti. (8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.
(9) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimasud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.
(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ayat (3) ayat (4), ayat (5) ayat (6) ayat (7). Ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden. Pola pengiliran angkatan tersebut tidak diatur dalam undang-undang. Jadi berdasarkan undang-undang syarat calon panglima TNI di antaranya menjabat kepala staf angkatan. Jadi tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa Presiden harus mengilir angkatan. (zul)