JAKARTA – Indonesia Weekly
Polda Metro Jaya membenarkan adanya upaya menjemput paksa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Polisi menilai upaya itu telah sesuai prosedur.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Auliansyah Lubis mengatakan langkah itu diambil setelah Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti mangkir dari jadwal pemeriksaan sebanyak dua kali. Keduanya dianggap mangkir dengan alasan yang tidak wajar.
Namun, baik Haris maupun Fatia menolak untuk dibawa petugas dan memilih datang sendiri ke Polda Metro Jaya, Selasa (18/1) pukul 11.00 WIB. “Sehingga penyidik Ditkrimsus Polda Metro Jaya tidak membawa paksa keduanya,” tutup Auliansyah.
Menurut pakar hukum pidana, Dr. Anwar Husin, S.H.M.M, Rabu, (19/01) pagi lewat diwawancarai lewat handponenya mengatakan, jika penyidik atau pihak kepolisian telah melakukan pemanggilan dalam bentuk surat tertulis hingga dua kali dan tidak hadir tanpa memberi keterangan, maka bisa dianggap menolak dan termasuk menghalangi penyelidikan.
Penyidik katanya dapat menerbitkan Surat Perintah Membawa paksa. Namun, jika pihak yang dipanggil tidak dapat memenuhi panggilan karena alasan yang patut dan wajar, maka pemeriksaan oleh penyidik dapat dilakukan di tempat kediamaan atau tempat lain dengan memperhatikan kepatutan.
Penegak hukum melakukan pemanggilan paksa,kata Anwar bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana penyidikan merupakan serangkaian tindakan Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang suatu perkara.
Pada proses peradilan pidana ujar Anwar setidaknya terdapat dua kepentingan hukum yang harus dilindungi secara bersamaan, yaitu kepentingan hukum masyarakat dan kepentingan hukum individu yang diduga melakukan tindakan pidana.
Salah satu implementasi dari perlindungan dua kepentingan hukum tersebut, penegak hukum dapat menggunakan upaya paksa penahanan berdasarkan ketentuan undang-undang. Adanya persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang, mengingat penahanan pada hakikatnya merupakan tindakan perampasan terhadap hak asasi manusia (HAM) yang tidak dapat dipergunakan secara sewenang-wenang.
Hal ini sesuai dengan bunyi ketentuan Pasal 9 ayat (1) Kovenan International tentang Hak-Hak Sipil dan Politik bahwa: Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tiada seseorang yang boleh dikenakan penahanan atau penawaran secara gegabah. Tiada seseorang yang boleh dirampas kebebasannya kecuali dengan alasan serta menurut prosedur sebagaimana ditetapkan dengan undang-undang.
Kasus hukum yang melibatkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dengan aktivis sekaligus Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti , terkait tudingan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE yang disangkakan .Menko Luhut.
Dalam kesempatan itu Auliansyah mengaku, sebenarnya pihaknya sudah berulang kali memfasilitasi Luhut Binsar Pandjaitan selaku pelapor dan Haris Azhar dan Fatia Maulida selaku terlapor supaya persoalan pencemaran nama baik diselesaikan melalui pendekatan mediasi. “Sayangnya, hingga saat ini mediasi tersebut tidak berjalan dengan mulus,”tandasnya. (***).