ndonesia Pridhnani/PT Ratu Kharisma (PT RK}, mengajukan Permohonan atensi Hukum dan Pengawalan terhadap kinerja jajaran kejaksaan Agung, kepada Menteri
Koordinatator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) dan Ombudsman terkait dugaan keterangan bohong oknum jaksa ketika Expose Kasus Tindak Pidana Perbankan Bank BOII 31 Januari 2022 lalu.
Surat permohonan juga ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Komisi 3 DPR RI dan instansi terkait lainnya. Kasus dugaan tindak pidana perbankan ini, selain sudah berjalan lebih dari 12 tahun , dan juga penyelesaiannya terkesan di ’pingpong’ .
Menurut, pengacara,(PT.RK) Cristophorus Harno,SH, ketika dihubungi lewat ponselnya Selasa (21/02), merasa heran dan menyesalkan keterangan Jaksa Peneliti pada gelar perkara di kantor Kejaksaan Agung yang juga mengundang Bareskrim Polri dan para pelapor.
Jaksa peneliti katanya harus bisa membuktikan keterangannya yang mengatakan klien kami PT RK ikut lelang asset agunanya sendiri di Bank Swadesi-kini menjadi Bank of India Indonesia (BOII) dengan menawar dan manafsir senilai Rp 4 miliar. “Jika Jaksa Peneliti tidak bisa membuktikan pernyataanya itu maka keterangan jaksa menyesatkan dan patut dibilang kebohongan besar”,ujarnya.
Chris menduga, Jaksa peneliti tidak melakukan penelitian sesuai Berita Acara Penyidikan dan fakta hukum secara cermat, proporsional,objektif dan bermanfaat dalam meneliti,analisa dan memberi keterangan pada expose kasus tersebut.
Jaksa peneliti ujar Chris mengatakan debitur menandatangani perjanjian kredit dengan acuan draft appraisal Bank Bumi Daya sejumlah Rp 12,5 miliar. Padahal katanya perjanjian kredit (1) pertama tidak pernah dilakukan apraisai asset Vila Kozy oleh Bank Of India Indonesia, akan tetapi Jaksa peneliti mengatakan bank telah melakukan appraisal, artinya kata Chris Jaksa JPU tidak membaca BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari penyidik.
Kemudian kata Chris Jaksa Peneliti juga mengatakan debitur mendapat kredit tiga kali, padahal yang benar debitur hanya mendapat kredit dua kali. Disini kata Chris menunjukkan bahwa Jaksa Peneliti tidak meneliti dan membaca kronologi kasus ini secara benar. Dan Jaksa Peneliti mengabaikan adanya putusan Mahkamah Agung yang telah Incraach .
Melihat keterangan Jaksa Peneliti yang tidak professional dan tidak memberikan keterangan sesuai dengan fakta maka Chris menduga Jaksa Peneliti dalam kasus ini, hanya mendengar alibi-alibi pihak lawan yang dibuat acuan untuk membalikkan fakta kasus.
Apalagi berdasarkan pengakuan kliennya apa yang diterangkan jaksa peneliti tidak benar,“Berdasarkan fakta tersebut dan jaksa tidak bisa membuktikan tudingannya terhadap klien kami maka jaksa Peneliti tidak layak meneliti dan menganalisa kasus ini,” ujar Chris.
Pernah Lapor Presiden
Sebelum gelar perkara tindak lanjut dugaan kasus tindak pidana perbankan ini, PT RK melalui Kantor Pengacara Dr. Anwar Husin, S.H,.M.M & Partners mengirimkan surat permohonan perlindungan dan keadilan hukum kepada Presiden Republik Indonesia Ir.Joko Widodo .
Surat No:029/ADV-AH/I/2022, yang ditandatangi Dr. Anwar Husin, SH.,M.M, Jacob Antolis, SH.,MM.,MH, Cristophorus,SH, Amirrudin Ilyas Saputra, SE.,SH dan Hadi Soeyamto,SH, menduga Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melanggar wewenang dengan tidak memberi kepastian hukum dan keadilan serta kemanfaatan bagi korban pelapor yang telah terzolimi selama 12 tahun.
Selain pihak pengacara mempertanyakan, berkenaan dengan penerbitan P19 pertama dan P19 kedua berisi petunjuk yang tidak berkelanjutan dan tidak konsisten serta tidak sinkron dari petunjuk JPU pada Jampidum di Kejaksaan Agung Republik Indonesia di Jakarta atas nama Diyah Yuliastuti SH.,MH; Yuni Daru, SH.,MH dan tim Yudi Handono SH., MH selaku Dir. Kamneg dari Direktur Keamanan Negara dan Ketertiban Umum dan Tindak Pidana umum lainnya.
Dimana petunjuk P19 terakhir menyarankan agar penyidik mengikuti aturan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 dan penyidik mengikuti peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2013. Berdasarkan hal itu pihak pengacara menduga, JPU hendak menghilangkan dan mengkaburkan fakta hukum dari semua bukti-bukti dan keterangan saksi ahll pengakuan para tersangka lain yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Selaian itu berkas penyidikkan atas nama tersangka Primasura Pandu Dwipanata, dkk belum juga dinyatakan lengkap atau P21. Walaupun sudah ada putusan Mahkamah Agung atas upaya hukum Kasasi perkara atas nama Ningsing Suciati mantan Direktur Utama PT Bank of India Indonesia tbk dahulu bank swadesi telah putus dan mempunyai kekuatan hukum tetap (incraach)
Dalam kasus ini, Kasubdit Perbankan Mabes Polri Jakarta dengan No. R/a32/v/res2.2/2020/Dittipdeksus tertanggal 11 Mei 2020 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum telah ditetapkan 15 tersangka lagi berkaitan dengan tindak pidana perbankan.
Berdasarkan petunjuk P19 pertama dari Jaksa Penuntut Umum pada Japindum Kejaksaan Agung 10 Desember 2019 secara garis besar menyatakan agar dilakukan pemeriksaan terhadap Dewan Komisaris antara lain, Prabakan, Prakash Chugani, LG Rompas, Rakesh Sinha, GK Das maupun direksi lainnya PT. Bank Swadesi sekarang Bank BOII kala itu secara kolektif kolegial terlibat pada saat pengajuan kredit sampai dengan pelelangan sebagian asset/agunan debitur PT. Ratu Kharisma dengan harga yang tidak wajar dan hutang tidak lunas sebaliknya pihak bank masih menagih debitur lagi.
Pemeriksaan itu menurut Pengacara PT RK lainnya, Jacob Antolis, SH.MM.MH, penting sehingga bisa diketahui peran dan tanggungjawab dari masing-masing baik sebagai Dewan Komisaris maupun sebagai Dewan Direksi dan pejabat lain di di PT Bank Swadesi dalam hubungan fasilitas kredit tersebut, apakah hanya berfungsi menerima laporan atau ikut memutuskan.
Akan tetapi terhalang dengan adanya petunjuk dalam P19 kedua, perihal pengembalian berkas perkara atas nama Primasura Pandu Dwipanata DKK yang disangka melanggar hukum berkaitan dengan tindak pidana perbankan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ayat (2) huruf b UU.No.10 Th 1998 atas perubahan UU. No. 7 tahun 1992 tentang perbankan.
Adanya putusan inkracht yang menyatakan Ningsih Suciati bersalah kata Jacob, selayaknya berkas perkara atas nama Primasura Pandu Dwipanata DKK yang disangkakan melanggar tindak pidana perbankan dinyatakan lengkap atau P21. “Upaya hukum luar biasa atas suatu putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut (pasal 268 ayat (1) KUHAP),” tandasnya. (zul).