Jakarta Indonesia Weekly
Pakar Hukum Pidana, Dr. Anwar Husin, S.H.M.M,ketika diminta diwawancarai lewat ponselnya Jumat pagi (23/12), sependapat dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritian dan Investasi,Luhut Binsar Panjaitan bahwa ,Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membuat buruk citra Indonesia di mata dunia.

Pendapat tersebut kata Anwar jangan disalah artikan dan bukan berarti Luhut anti pencegahan korupsi, tetapi didalam pemberantasan korupsi sebaiknya harus lebih menekankan pada edukasi dan pencegahan lewat teknologi digital.
OTT kata Luhut bukan upaya yang baik untuk melawan korupsi. Banyaknya OTT bisa juga menujukkan menandakan pencegahan korupsi di Indonesia selama ini kurang maksimal. Jadi katanya digitalisasi dan e-katalog lah yang mampu mendorong transpansi anggaran.
Dalam pemberantasan korupsi ujar Anwar, terkandung makna penindakan dan pencegahan korupsi yang seharusnya dapat lebih ditingkatkan dengan adanya perbaikan akses masyarakat terhadap informasi.
Ada tiga cara memberantas korupsi di Indonesia kata Anwar yang juga penulis buku Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi Melalui Pengunaan Retorative Justice tersebut.. Pertama, harus dilakukan, mulai dari diri sendiri, dengan memegang teguh nilai-nilai integritas pribadi, lalu menularkannya ke orang lain. Kedua melakukan tanssformasi digital yang bisa mempersempit peluang terjadinya korupsi di Indonesia.
Pembangunan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang mencakup e-planing (perencanaan), e-procurement (pengadaan barang atau jasa), e-budtiting (penganggaran), dan e-service (pelayanan) menjadi salah satu poin penting untuk menutup peluang terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Digitalisasi akan memotong alur birokrasi yang panjang sehingga terwujud kecepatan dalam berbagai pelayanan. Ketiga, dalam mempersempit celah korupsi perlu juga diimbangi pembangunan SDM Apartur yang mempuni.
Tiga poin itu kata Anwar akan bisa memenimalkan tindak pidana korupsi di negeri ini. Indonesia kata Anwar perlu belajar dari tiga negara yang Indeks Persepsi Korupsi (IPK) paling bersih yakni Denmark, Selandia Baru dan Finlandia.
IPK korupsi tiga negara tersebut yang dikeluarkan Transparancey Internasional secara berturut-turut ketiganya menerima skor 88,87 dan 85. Berbanding terbalilk dengan IPK Indonesaia yang masih rendah sampai harus menempati peringkat 89 dari 180 negara.
Menurut Anwar sebagaimana mengutif pernyataaan Duta Besar Denmark untuk Indonesia, , Rasmus Abildgad Kristensen di sebuah media nasional mengatakan sejak dalam akademi penegak hukum banyak menghabiskan waktu khusus di bagian pelatihan pemberantasan korupsi.
Undang-Undang soal larangan menerima suap dan jenis korupsi lainnya benar-benar bekerja dengan baik dan dipatuhi. Tidak hanya untuk pegawai pemerintah atau penyelenggara negara, penyuapan juga dilarang di Denmark untuk perusahaan swasta dan pegawai negeri asing.
Bahkan Parlemen Denmark tak akan memberikan hak imunitas bagi anggota dewannya yang terlibat dalam kasus korupsi atau pelanggaran pidana lainnya.
Lebih lanjut kata Kristensen, dua ujung tombak pemberantasan korupsi di Denmark, bukan aparat Kepolisian atau lembaga antikorupsi. Melainkan Ombudsman dan auditor lembaga keuangan (semacam BPK di Indonesia). “Kedua lembaga itu berperan pengawasan,”tandas Anwar. (zul)