Jakarta-Indonesia Weekly
Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah belum mampu mengurangi tingkat korupsi di Indonesia. Alih-alih mengurangi, yang terjadi justru koruptor yang jelas-jelas telah melakukan pengulangan tindak pidana malah dijatuhkan vonis nihil dengan hukuman tambahan oleh majelis hakim dalam kasus Asabri.
Alasan Majelis hakim menjatuhkan vonis nihil, berpegangan pada pedoman dalam Pasal 67 KUHP. Dalam pasal itu dinyatakan seorang yang telah divonis maksimal hukuman mati atau seumur hidup tidak boleh dijatuhi pidana, kecuali pencabutan hak tertentu.
Pakar Hukum Pidana Dr. Anwar Husin, S.H.M.M, ketika diwawancari lewat ponselnya Senin pagi, (16/01), mengatakan, seharusnya Benny Tjokrosaputro, terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana pensiun PT Asabri divonis hukuman mati. “Apalagi Benny dinilai sudah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp 22.7 triliun,”katanya.
Anwar lebih lanjut mengatakan, , putusan Majelis hakim Pengadilan Tipikor, tersebut mengusik dan mencederai rasa keadilan masyarakat karena Benny Tjokrosaputro telah melakukan pengulangan tindak pidana dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya.
Tentunya kata penulis buku Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi Melalui Pengunaan Retorative Justice tersebut vonis hakim tersebut, semakin menambah panjang deretan penindakan terhadap perkara oleh institusi penegak hukum, baik dalam tahap penyelidikan/penyidikan maupun dalam tahap penuntutan.
Oleh karenanya Loyalis Presiden Jokowi tersebut, sangat mendukung, Jaksa Agung sebagaimana dijelaskan, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana yang akan melakukan banding atas putusan tersebut.
“Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sangat tidak peka terhadap pemberantasan korupsi , terbukti, dengan adanya kekeliruan menerapkan hukuman dengan menjatuhkan vonis nihil terhadap terdakwa Benny Tjokrosaputro dalam kasus korupsi PT Asabri (Persero,”ujar Anwar.
Apalagi terang Anwar, Benny Tjokrosaputro, sudah diputus dengan hukuman seumur hidup, seharusnya ada penambahan hukuman dengan hukuman mati terhadap terdakwa sesuai dengan doktrin hukum pidana.
Anwar juga merasa aneh terhadap putusan hakim tersebut. Pasalnya proses hukum atas Benny Tjokrosaputra dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya sudah berkekuatan tetap (inkracht), tetapi Benny masih memiliki upaya hukum luar biasa dan mengajukan hak-haknya untuk mendapatkan grasi, remisi, dan amnesti. “Ini benar-benar luar biasa,” ujar Anwar seraya mengerenyitkan kening keheranan.
Padahal, katanya Benny Tjokrosaputro juga dijatuhi hukuman pada kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU), sementara harta yang telah disita dengan akumulasi kerugian Rp40 triliun masih jauh dari kata penyelamatan.
Pengacara yang rajin membuat opini di media tersebut sependapat dengan pernyataan Jaksa Penuntut Umum yang mengatakan bahwa dakwaan jaksa, yakni primer pasal 2 dengan ancaman minimal empat tahun penjara sehingga penerapan hukuman nihil bertentangan dengan Undang-Undang Tipikor, dan apabila dikabulkan akan membahayakan bagi penegakan hukum di Indonesia dikemudian hari.
“Hal ini tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi merugikan masyarakat luas, terutama pensiunan TNI dan Polri yang selama ini menjaga keamanan negara”, tandas Dr. Anwar Husin S,H.M.M memaparkan. (zul)