Jakarta-Indonesia Weekly
Gagasan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode tahun 2022 kembali menguat.Hal ini dilatar belakangi tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo mencapai 73.2 persen versi Polltracking Indonesia.
Selain itu, alasan lain perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode kondisi Indonesia sedang masa pemulihan di era Pandemi Covid 19. Program kinerja Presiden pada saat pademi juga tidak maksimal sehingga perlu ada perpanjangan agar semua program bisa dilaksanakan secara penuh. Berdasarkan pemikiran itu munculah gagasan perpanjangan presiden Jokowi.
Wacana ini, akan ada penundaan pemilu tahun 2024. Dan perlu juga ada amandemen terhadap UUD 1945. Beberapa Pakar hukum Tata Negara menilai, amandemen konstitusi akan banyak hambatan terutama hambatan dari masyarakat yang kontra .
Perpanjangan masa jabatan presiden dianggap menghianati semangat perjuangan reformasi yang dahulu diperjuangkan untuk melawan kekuasaan yang otoriter. Pakar Hukum Pidana yang juga ketua umum Relawan Jokowi Militan 34, Dr. Anwar Husin, S.H,.M.M, tak sependapat bila perpanjangan masa jabatan presiden, dianggap menghianati semangat reformasi.
Banyak program-progam Jokowi mendapat apresiasi oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Tetapi perpanjangan itu harus mengikuti prosedur dan tidak melanggar UU. Artinya kalau perpanjangan jabatan Presiden itu mau diwujudkan maka harus ada amandemen UUD 1945.
Anwar mengatakan, amandemen bisa ditindak lanjuti jika mayoritas masyarakat Indonesia menginginkan. Apalagi amandemen yang diusulkan untuk keselamatan dan kemajuan negara.
Amandemen UUD 1945, kata Anwar fungsinya untuk menyesuaikan dengan kondisi negara agar sesuai pada zamannya. Tentunya yang bisa mengamendeman adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan atas persetujuan mayoritas rakyat Indonesia.
Mengutif pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud, MD,yang juga Pakar Hukum Tata Negara di berbagai media.
Pemerintah katanya bisa melanggar konstitusi dengan alas an untuk menyelamatkan rakyat. Bahkan sebuah pelanggaran konstitusi yang berhasil dipertahankan itu kata Mahfud MD, bisa menjadi konstitusi baru.
Bila kita mengacu pada pernyataan Mahfut MD, sebenarnya bisa saja masa jabatan Presiden di perpanjang asal mayoritas masyarakat Indonesia setuju yang tujuannya untuk kemajuan dan keberlanjutan pembangunan di Indonesia.
Kendati tak ada hubungannya dengan amendeman terkait perpanjangan jabatan presiden, akan tetapi pernyataan Mahfud MD, maknanya sama. Artinya konstitusi bisa di amendeman bila rakyat menghendaki dan dalam keadaan mendesak.
Menanggapi , perpanjangan masa jabatan Presiden akan mematahkan semangat reformasi dan melawan kekuasaan yang otoriter? Anwar Husin tidak sependapat. Pemerintahan Presiden Jokowi sangat demokratis. Wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang mencuat sekarang ini lantaran masyarakat puas dengan kinerja Jokowi selama kepemimpinannya.
Apa yang dikerjakan Kabinet Jokowi dirasakan masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Begitu juga kinerja Jokowi di bidang ekonomi. Dimana mantan Walikota Surakarta tersebut berhasil melewati berbagai rintangan seperti krisis ekonomi akibat pademi Covid 19 dan krisis pangan dan energy karena adanya perang Rusia dengan Ukraina.
Jadi kata Anwar tuntutan pejuang reformasi pada 1998 dengan wacana perpanjangan masa jabatan Jokowi 2022 tidak bisa disamakan. Apalagi perpanjangan itu, melalui amademen UUD 1945 oleh MPR dan dikehendaki mayoritas masyakat Indonesia. “Jadi intinya perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi bisa saja dilakukan asal sesuai aturan,” tandas Anwar memaparkan. (zul)