Jakarta-Indonesia Weekly
Framing jahat terhadap mantan presiden Jokowi kembali menghebohkan jagat perpolitikan Indonesia. Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP—organisasi jurnalisme investigasi dunia), dikutip halaman resminya pada Selasa, 31 Desember 2024, memasukan nama Jokowi dalam jajaran tokoh terkorup dunia tahun 2024.
Tudingan miring terhadap Peresiden ke-7 Indonesia telah banyak berseleweran di media social yang dilakukan oleh lawan politiknya di dalam negeri. Framing yang sebarkan, mulai ijazah palsu serta cerita kepribadian buruk lainnya. Namun kali ini yang memframing bukan lawan politik Jokowi dari dalam negeri, tetapi OCCRP, NGO (Non-Gevernmental Organiztion) yang sangat terkenal dari luar negeri.
Selama ini, tingkat kepuasan public terhadap hasil pembangunan, berdasarkan survei media Kompas, cukup tinggi, mencapai 80 persen. Selain itu tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonis Jokowi bersalah dan telah melakukan tindak pidana korupsi.
Begitu juga tudingan, tuduhan kejahatan terorganisasi dalam pilpres untuk memenangkan salah satu paslon juga tidak terbukti di Mahkamah Konstitusi (MK). Artinya penilaian OCCRP tidak mencerminkan realitas yang dirasakan rakyat Indonesia. Jadi tudingan itu perlu dibuktikan dan perlu diketahui apa tujuan yang sebenarnya.
Apalagi dalam rilisnya OCCRP, tidak memaparkan data dan hasil, riset, seperti polling atau jajak pendapat yang bisa dipertanggung jawabkan sebagaimana layaknya hasil penelitian sesuai dengan kaedah ilmu pengetahuan.
Rumor tanpa bukti, bukan hanya merugikan nama baik Jokowi, tetapi nama baik bangsa dan negara Indonesia juga dipertaruhkan. Orang-orang yang tak bertanggungjawab dibalik rilis OCCRP harus bertanggung jawab bila tudingan tak bisa dibuktikan.
Tudingan miring yang memframing tokoh bangsa yang selama ini dikenal bapak pembangunan Indonesia sentris itu, sangat menyakiti mayoritas rakyat Indonesia. Mayoritas rakyat Indonesia sangat mencintai tokoh bangsa asal dari Surakarta tersebut.
Diketahui, OCCRP, merupakan organisasi yang dibentuk oleh 24 pusat investigasi nirlaba. Lembaga ini tersebar di seluruh Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Latin. OCCRP didirikan oleh Drew Sullivan dan Paul Radu. Organisasi ini pernah terlibat dalam peliputan spyware Pegasus serta kebocoran data Panama Papers.
Selama beroperasi, OCCRP telah membuat lebih dari 702 pejabat dunia mengundurkan diri atau diskors dari jabatan. Laporan-laporan lembaga ini telah menghasilkan lebih dari 620 dakwaan, berbagai vonis hukuman, hingga lebih dari 100 aksi korporasi.
OCCRP mendapatkan sumbangan dana dari organisasi-organisasi seperti The Bay and Paul Foundations, Dutch Postcode Lottery, European Instrument for Democracy and Human Rights, Ford Foundation, Fritt Ord Foundation, German Marshall Fund.
Kemudian, ada pula sumbangan dari Kementerian Eropa dan Luar Negeri Prancis, Kementerian Luar Negeri Denmark, National Endowment for Democracy, Oak Foundation, Open Society Foundations, Puech Foundation, Rockefeller Brothers Fund, Skoll Foundation, US Agency for International Development, hingga Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno mempertanyakan metode pengukuran Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). “Selama ini Jokowi dinilai bersih, approval rating-nya sampai ke langit, dan seterusnya,” tandas pengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. (dari berbagai sumber/ Penulis Zul Azhari adalah Pemred Indonesia Weekly)