Jakarta Indonesia Weekly
Para nelayan Muara Angke yang tergabung dalam DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DKI Jakarta, menggelar aksi unjuk rasa di kawasan pelabuhan nelayan Muara Angke Jakarta Utara, Senin pagi (14/10/2025).
Koordinator aksi, Nunung, menjelaskan tujuan aksi adalah untuk menyuarakan penolakan para nelayan terhadap program Vessel Monitoring System (VMS) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Aksi yang dimulai pukul 10.00 dan berahir 12.00 WIB, bergerak dari kantor HNSI DKI Jakarta, kemudian keluar pelabuhan dan berakhir di kawasan doking kapal. Mereka para nelayan bejalan seraya membawa spanduk bertuliskan tiga poin penolakan, pertama, penghapusan rumpun, kedua minta segara direalisasikan zona 711 dan 712 dan menolak pengawasan melalui VMS kapal nelayan di bawah 30 GT yang dianggap akan merugikan masyarakat nelayan.
Menurut Nunung, khusus pemasangan VMS, didasarkan pada beberapa alasan. Diantaranya pemasangannya membutuhkan investasi awal yang cukup besar serta biaya pemeliharaan rutin yang memberatkan pelaku usaha perikanan skala kecil. “Untuk diketahui harga VMS tak kurang Rp 15 juta, dan tentunya sangat memberatkan kami,” ujarnya kepada wartawan.
Selain harus investasi yang cukup mahal kata Nunung, para nelayan juga harus mengurus aktenya setiap tahun. “Para nelayan kecil sekarang ini, sudah menghadapi banyak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari. Jangan lagi dibebani yang macam-macam lagi,” tambah Nunung yang juga tokoh masyarakat Muara Angke tersebut.
Lebih lanjut ujar Nunung, dampak pemasangan VMS dihawatirkan berisiko mengancam eksistensi nelayan kecil.” Kami nelayan kecil seolah harus selalu diawasi, padahal kami para nelayan, hanyalah mencari keberuntungan untuk nafkah sehari-hari” tukasnya.
Selain itu, Nunung juga mempertanyakan masalah pembatasan kuota tangkap yang diberlakukan oleh Pemerintah, yang menurutnya akan sangat merugikan nelayan kecil. “Kami merasa sudah dibebani oleh kuota tangkap yang sangat ketat dan di sisi lain, kami harus menghadapi tingginya PNBP 5% yang diterapkan kepada nelayan kecil,” pungkasnya.
Dengan adanya sistem zonasi ini,ujarnya para nelayan tidak boleh mencari ikan atau cumi di sembarang lokasi. “Masing-masing nelayan disuruh memilih zona masing-masing untuk mencari tangkapan laut,” ujarnya.
Nelayan yang memilih zona 712 katanya tidak boleh memasuki zona 711, jika melanggar, maka akan dikenakan sanksi dan denda. “Kalau begini, kami akan menanggung kerugian,” tegasnya.
Para nelayan berharap pemerintah untuk menyikapi penolakan, terkait pengawasan melalui VMS. Mereka juga minta KKP segera merialisasikan zona tangkap711, di laut Cina Selatan dan zona 712 di laut utara Jawa. (zul)