Indonesia Weekly
Jakarta-Tagar Indonesia Gelap dan Kabur Aja Dulu terus mengema di jagad media sosial. Media social nampaknya telah menjadi ruang ekspresi bagi anak muda untuk menyeruakan keresahan terhadap kondisi sosial dan ekonomi.
Di kutif dari https://id.jobstreet.com/id, ada dua bentuk kritik, yaitu kritik konstruktif dan destruktif. Kedua bentuk kritik ini berfokus pada kesalahan dan area yang perlu diperbaiki atau diubah. Perbedaan utama antara keduanya terletak pada tujuannya. Tujuan dari kritik yang konstruktif adalah memberikan solusi dan kesempatan untuk perbaikan, sedangkan kritik destruktif adalah menuduh dan menyalahkan.
Kritik konstruktif artinya memberikan masukan positif yang berupa evaluasi terhadap kinerja atau perilaku seseorang dengan tujuan untuk membantu orang tersebut dalam memperbaiki diri dari kesalahan. Kritik ini berfokus pada perilaku dan tidak menyerang pribadi individu. Kritik konstruktif disampaikan dengan jelas dan ringkas, serta memberikan solusi.
Kembali pada tagar Indonesia Gelap, sebagai negara yang menganut demokrasi Pancasila, kita hendaknya menyikapi tagar tersebut secara jernih dan positif. Tagar tersebut sebagai bentuk ekspresi anak muda untuk menyampaikan kritik konstruktifnya.
Kita harus belajar pada sejarah masa lalu kita yang kelam. Dimana gerakan mahasiswa sepanjang Orde Baru terus mengalami penekanan. Begitu juga para buruh, dapat dikatakan tidak pernah menggembirakan. Mereka selalu saja terbelenggu dalam lingkungan industrial yang kerap menggerus mereka dalam keadaan tereksploitasi pikiran dan tenaganya.
Realitas yang pahit akan melahirkan pelajaran penting demi kebaikan kita bersama, dan tak jarang melahirkan idealisme baru sebagai harapan masa depan yang lebih cerah bagi bangsa dan negara. Menyikapi tagar Indonesia Gelap dan tagar Kabur Aja Dulu hendaknya kita melihatnya secara jernih dan menganggap hal itu sebagai bentuk kritik membangun.
Kita harus jujur, fenomena ini menunjukkan masih adanya ketimpangan antara kebijakan pemerintah dan generasi muda. Pemerintah handaknya melihat tagar ini secara objektif dan untuk lebih ekstra memperhatikan memenuhi kebutuhan generasi muda agar tidak merasa terabaikan oleh negara.
Kebijakan yang tidak menyentuh kebutuhan atau tidak dirasakan generasi muda tentunya akan mempengaruhi masa depan bangsa dan negara ini. Kita tak ingin membuat kesalahan yang sama seperti masa lalu, dimana masyarakat tidak bisa mengeluarkan pendapatnya dalam rangka berkontribusi demi perbaikan bangsa dan negara.
Mengacu pada bukunya yang berjudul Logic as Theory of Validation: An Essay in Philosophical Logic, Richard W. Paul berargumen bahwa berpikir kritis berkenaan dengan proses disiplin-intelektual yang menuntut individu untuk terampil dan aktif dalam memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan, dan/atau mengevaluasi informasi berdasarkan observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, dan komunikasi yang dilakukan.
Bagi Paul, secara filosofis berpikir kritis bukanlah dimaksudkan untuk menyerang, mencari kesalahan, atau menjatuhkan orang lain, melainkan mengajukan argumen secara rasional untuk menghindari kesalahan berpikir dan melahirkan sebuah pandangan logis terhadap suatu hal.
Bila dikaitkan dengan berbagai tagar yang sebarkan anak-anak muda berupa tagar Indonesia Gelap dan Kabur Aja Dulu sebagai bentuk argument secara rasional terhadap kondisi negara ini. (Dari berbagai Sumber/ Penulis adalah Zul Azhari, Pimpinan Redaksi Indonesia Weekly)