JAKARTA – IW
Permohonan sengketa hasil Pilpres yang diajukan Paslon nomor urut 02 dirasakan janggal banyak pihak. Diantaranya Ketua Umum Militan 34 yang juga pengamat hukum, Dr. Anwar Husin, SH,MH,MM.
Menurut loyalis Jokowi tersebut, permohonan gugatan sengketa hasil pilpres yang diajukan oleh paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi seperti mengada-ada dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK). “Gugatan yang diajukan Prabowo-Sandi ke MK tidak memenuhi persyaratan formil maupun materiil”demikian katanya.
Secara formil, katanya gugatan yang dimohonkan tidak memuat penjelasan mengenai perselisihan suara atau penghitungan suara. Padahal, dalam peraturan MK, pemohon harus memuat soal perselisihan suara lantaran gugatan yang diajukan terkait perselisihan hasil pilpres.
Adapun secara materiil, anwar menganggap, pengacara Paslon 02 berusaha untuk menambahkan lampiran yang bagi tim hukum Jokowi-Ma’ruf adalah permohonan baru. Sepertinya kata Anwar pengacara 02, sudah tidak mampu mempertahankan permohonan tanggal 24 (Mei) dengan menambahkan lampiran baru“ katanya.
Anwar mengatakan perbaikan permohonan pemohon dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres tidak dimungkinkan untuk dilakukan dan bertentangan dengan hukum acara PHPU Pilpres yang telah ditetapkan dalam UU Pemilu dan Peraturan Mahkamah Konstusi.
Selain itu Anwar meniliai, bukti-bukti yang dilayangkan oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo – Sandiaga Uno sebagian besar hanya berupa dokumen pemberitaan dari media. “Sangat disayangkan jika bukti gugatan Tim Hukum Prabowo – Sandi yang dibawa ke MK hanya berisi kelipping berita media cetak dan online.
Dalam laporannya itu Tim Kuasa Hukum Prabowo – Sandiaga Uno membawa 51 barang bukti gugatan ke MK. Hanya saja, dari 51 bukti tersebut sebanyak 35 diantaranya berupa dokumen yang berasal dari tautan pemberitaan.
Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Uno juga dalam sidang perdana di Mahkamah Konstitusi menyinggung kenaikan gaji PNS sebagai langkah kecurangan yang dilakukan paslon 01 Jokowi-Ma’ruf Amin dalam pemilihan presiden 2019.
Anwar merasa aneh laporan berupa kliping media dan bukti yang tidak ada kaitan dengan hasil Pilpres dijadikan barang bukti oleh pengacara berpengalman sekelas Bambang Widjajanto (BW) dan Denny Indrayana.
Rekam Jejak Pengecara
Selin itu Anwar mempermasalahkan rekam jejak pengacara, Bambang Widjajanto (BW) dan Denny Indrayana. Untuk diketahui BW pernah jadi tersangka di-deponering oleh Jaksa Agung, yaitu terkait dengan kasus keterangan palsu saksi pilkada di MK pada 2010.
Bambang saat itu menjadi pengacara dalam persidangan gugatan pilkada di MK. BW kemudian dituding polisi mengarahkan kesaksian palsu. Polisi membuka kasus ini pada 2015 dan menciduk BW di kawasan Depok, Jawa Barat.
Penutupan kasus tersebut atas permintaan publik dan permintaan presiden agar jangan ada kegaduhan, Jaksa Agung kemudian mempertimbangkan langkah deponeering.
Sementara Denny Indrayana Denny Indrayana ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan Payment Gateway di Kementerian Hukum dan HAM. Dalam kasus ini Denny dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
BW juga baru-baru ini laporan tiga advokat Indonesia, ke Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) karena diduga melanggar kode etik profesi. Dalam laporannya, Bambang diduga telah melanggar kode etik advokat lantaran mengemban jabatan publik sekaligus praktisi hukum di waktu bersamaan. Untuk diketahui Bambang telah diangkat sebagai Pejabat DKI Jakarta berdasarkan SK Gubernur sebagai Ketua Tim Pemberantasan Korupsi Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Pemprov DKI Jakarta.
Di saat bersamaan, mantan Wakil Ketua KPK itu menjadi kuasa hukum Prabowo-Sandi yang tengah bersidang di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pemilu 2019. Berdasarkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, seorang pengacara dilarang mengemban jabatan publik, begitu pun sebaliknya. (***)