BAU KLB “SENGAT” DEMOKRAT

foto pribadi

OPINI:  Ronny Chandra, S.IP, SH

Jakarta, Indonesia Weekly

Read More

Langit Cikeas masih dalam suasana berkabung, sepeninggal alm Ibu Ani Yudhoyono, Eyang Memo sebutan anak-anak Agus Hari Murti Yudhoyono (AHY) dan Edi Baskoro Yudhoyono (Ibas) dua putra  Dr H.Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sang maestro Ketua Umum Partai Demokrat .

Nuansa berkabung SBY dan keluarga ini, bukanlah ujuk-ujuk, tertuju saat kepergian mantan Ibu Negara Presiden RI keenam itu berpulang ke rachmattullah, sejak menjalani perawatan di Nasional University Hospital Singapura, Februari 2019, SBY telah berduka, hanya saja puncak berkabung SBY dan keluarganya tak terbendung, saat alm Ibu Ani Yang Kuasa memanggil alm Ibu Ani, dan rasa duka itu pecah, larut, kini menyisakan kenangan.

Perasaan duka itu,  juga dirasa keseluruh  pengurus dan Anggota Partai Demokrat. Karena Keberadaan SBY selaku Ketua Umum berada di Singapura sejak Februari 2019, menunggu alm Ibu Ani menjalani perawatan medis, otomatickly tali kendali Partai Demokrat berdampak terhadap kinerja jajaran pimpinan pengurus partai Demokrat, yang tengah menghadapi ujung musim kampanye Pemilu Presiden.

Pengurus  Pusat partai pun extra Jakarta-Singapura menemui SBY berkonsolidasi terhadap tekanan politik tanah air, yang tengah berkampanye menghadapi Pemilu Presiden dan Legislatif serentak 2019.

Bertambah dukungan  SBY sebelum itu, merupakan icon partai yang tergabung dalam Koalisi Adil Makmur Prabowo Sandi Paslon Pilpres 02, termasuk AHY digadang-gadangkan sebagai juru kampanye pemenangan merebut kursi Presiden.

Ditengah kegalauan Pimpinan Partai berkoordinasi dengan SBY di Singapura, mengemuka kebuntuan, SBY menginstruksikan Komandan Kogasma Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk memimpin proses kampanye Partai Demokrat di Pemilu 2019.

Melalui surat kepada Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan, SBY menyatakan bahwa dirinya tidak bisa ikut dan hadir dalam kampanya. Alasannya SBY harus mendampingi Ani Yudhoyono yang tengah menjalani perawatan di Singapura.

SBY menunjuk AHY untuk memimpin kampanye Partai Demokrat dalam Pemilu 2019. AHY akan dibantu Nachrawi Ramli di wilayah barat, dan Soekarwo atau Pakde Karwo di bagian timur.

Demokrat melenggang dalam ayunan politik pengurus muda, SBY berharap, kepada para politisi muda itu, selain memenangkan perolehan suara, juga menangkis serangan panasnya suhu politik tanah air.

Karena pengurus gaek, dianggapnya konsen di Pencalegkan mereka. Namun sebaliknya, semerbak pengurus andalan SBY yang larut dalam keberkabungan itu, tersiar surat di sampaikan SBY dari Singapura, bocor ke publik dan menjadi tranding tofik media dan medsos.

Isinya, sebagai mana dikatakan Ketua Bidang Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, (Tempo, 7/4) menjelaskan isi surat ditulis SBY, ia sampaikan lantaran dirinya menerima laporan bahwa kampanye Prabowo Sandi di GBK identik dengan kelompok agama tertentu.

Surat dari Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono itu, ditulis sehari menjelang acara, yang mengemukakan, dirinya tidak setuju dengan konsep kampanye akbar Prabowo Sandi tersebut.

Melalui surat yang ditujukan untuk tiga anak buahnya di partai, yaitu Ketua Dewan Kehormatan Amir Syamsudin, Wakil Ketua Umum Syarief Hasan, dan Sekretaris Jenderal Partai Hinca Pandjaitan, diminta SBY untuk mengingatkan agar kampanye akbar Prabowo tetap mengusung kebhinekaan dan persatuan.

Sebab, menurut dia, ‘set up’ kampanye akbar tersebut tak lazim dan tak inklusif.(Kompas, 18/4/2019) beredarnya surat SBY ini, dibenarkan Amir Syamsudin, “arahan untuk tidak mengikuti gerakan yang inkonstitusional, ujarnya. Dan SBY juga menginstruksikan agar seluruh Jajaran Pimpinan Kader Partai Demokrat yang sedang berdinas di BPN Prabowo Sandi agar kembali ke WP41 atau Wisma Proklamasi 41 Maskas Partai Demokrat.

Kritikan SBY itupun menuai kontra pridiksi terhadap posisi Partai Demokrat, yang berimplikasi  ketersinggungan berbagai elemen, partai kualisi. sebagaimana dikatakan Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno (Tempo,7/4/2019) beredarnya surat SBY itu, menuai dampak perhatian publik dari pada panggung kampanye akbar Prabowo-Sandi, ujarnya.

Karena isi surat SBY agar tidak mengissukan tentang Pancasila dan issu Khilafah, selain peringatan menjadi tanda bahwa koalisi partai pendukung Prabowo Sandi tidak solid, padahal AHY anak SBY hadir dalam kampanye akbar Prabowo itu, jelas Adi Prayitno.

Karena Issu yang semestinya tidak sampai ke publik, lepas, partai Demokrat-dianggap politik bola liar yang keluar dari patron kompetisi karena kerap menyerang  sesama dalam kubu kualisinya.  Issu serangan ke kubu 02 ini, Tidak hanya itu, dari soal issu Jenderal Kardus, hingga terakhir mundur dari kualisi mendukung 02 ikut digulirkan.  Alhasil, dalam perolehan suara Parlemen Treshold (PT) peroleshan suara Demokrat 2019, anjlok pada peringkat 7,77 %  turun dari peringkat pada perolehan suara pada pemilu 2014.

Merupakan perolehan suara terburuk bagi SBY selaku Ketua Umum Demokrat, dibandingkan capaian suara ketua-ketua Umum Demokrat pada Pemilu sebelumnya. Sikap ini, menuai bau tak sedak dari para kader, dan petinggi senior Partai Demokrat.

Karena potensi menurunnya perolehan suara Pemilih Partai Demokrat, akibat sikap partai yang mengemuka dimasyarakat, karena statmen para politisi Demokrat yang asal “ngeblak” dan keluar dari marwah partai, sebagaimana jati diri berdirinya Partai Demokrat yang Santun, Nasionalis dan Religius. ujar Max Sapacoa pada satu kesempatan terpisah di Bogor.

KADER “BORING”

ALTERNATIFKAN KLB

Pendiri, penggagas, dan Kader Partai Demokrat rupanya “BT alias  boring” juga melihat tingkah dan mendengarkan statement Hutahayan, Rachlan Nursidik, dan Andi Arif yang kerap melontarkan pernyataan tidak sesuai marwah, karakter, dan jati diri partai.

Yang dikatakan, kerap melahirkan inkonsistensi dan kegaduhan yang berdampak pembenturan Partai Demokrat dengan partai, tokoh, serta komunitas lain, khususnya terhadap Ulama dan ummat. Hingga berdampak menimbulkan antipati yang kontra produktif  kepada partai  secara internal. ” kami memandang harus ada tindakan partai sesuai sistem dan mekanisme yang berlaku, kepada bersangkutan, dan diwajibkan menyampaikan permohonan maaf untuk tak mengulangi.”

Demikian penyampaian Prof DR, H. A. Mubarok, MA, H. Max Safacua, SE, MSc. Dan Drs H. Achmad Yahya, dalam pers realise deklarasi, gabungan pendiri penggagas, dan kader Partai Demokrat dalam Pers Konferensinya, melebur diri bergabung membentu petisi Froklamasi Gerakan Moral Penyelamatan Partai Demokrat (GMPPD) di Cikini Jakarta Pusat, Kamis (13/06).

” Khitah dan fitrah Partai Demokrat sejatinya, partai yang terbuka milik rakyat. Demokrat bukan milik perseorangan, keluarga atau kelompok tertentu. Demokrat selamanya, akan lahir dan tumbuh berkembang seiring dengan denyut nadi, aspirasi dan amanah rakyat, jika itu, dimungkinkan alternatif akhir dampak turunya perolehan suara partai itu, adalah Kongres Luar Biasa atau KLB bila perlu,” ujar Max Sapacua. Dengan sikap, urat takutnya sudah putus dan siap menghadapi apapun sanksi yang datang dari partai.****

Related posts