JAKARTA –Indonesia Weekly
Indonesia sebagai produsen CPO dan perkebunan sawit terbesar di Indonesia, tetapi harga minyak goreng dalam negeri mahal dan tak bisa dikendalikan pemerintah. Ironis memang!
Sejak awal November hingga saat ini, harga minyak goreng terus naik sampai melebihi harga eceran tertinggi. Kenaikan minyak goreng ini, di berbagai jenis mulai dari yang curah hingga yang kemasan menjulang tinggi.
Berdasarkan pantauan di pasar-pasar di Jakarta, harga minyak goreng rata-rata saat ini untuk minyak goreng curah Rp16.100 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp16.200 per liter,dan minyak goreng kemasan premium Rp17.800 per liter. Harga tersebut tentu sangat memberatkan masyarakat kecil.
Menurut data yang dilansir Kementerian Perdagangan, harga minyak goreng yang naik ini dikarenakan harga internasional yang naik cukup tajam. Mestinya Indonesia sebagai produsen CPO terbesar di dunia bisa mengendalikan harga dalam negeri, sehingga masyarakat tidak terlalu terbebani.
Pada periode Januari-Agustus 2021, berdasarkan data pemerintah, industri kelapa sawit sudah berkontribusi devisa kepada negara hingga USD26,3 miliar atau setara dengan Rp380 triliun. Akan tetapi suplai CPO yang terbatas menjadi alibi yang menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goring di Indonesia.
Penerapan kebijakan B30 dapat menjadikan Indonesia sebagai produsen sawit dengan skala besar sebagai pemimpin pasar. Posisi tersebut seharusnya bisa mengendalikan harga dan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, baru kemudian memenuhi permintaan negara luar negeri.
Tentunya, kebijakan tersebut dengan cara meminta asosiasi dan produsen minyak goreng sawit untuk tetap memproduksi minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan sederhana untuk kebutuhan dalam negeri khususnya menjelang hari besar keagamaan nasional dan Tahun Baru 2022.
Semoga persoalan tingginya harga minyak goreng dapat diselesaikan dengan hadirnya peran negara memberikan solusi yang baik. (Drs. Syarif Hidayahtuloh Ketum GPMI Indonesia)