Prof. Dr. Firman Wijaya, S.H,.M.H, Video Fitnah Ismali Bolong, kebebasan berpendapat yang kebablasan

  • Whatsapp

Jakarta Indonesia Weekly

Ketum PERADIN, Prof. Dr. Firman Wijaya, S.H,.M.H,ketika di wawancarai di kawasan Jakarta Timur Senin pagi (5/12), mengatakani tudingan, Ismail Bolong, tidak menyertakan bukti-bukti terhadap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Agus Andrianto terkait kasus dugaan suap tambang batu bara illegal di Kalimantan Timur (Kaltim)   merupakan bentuk penghakiman sepihak dalam persepsi Hak Asasi Manusia.

Read More

Penghakiman sepihak katanya merupakan wujud dari kebebasan berpendapat yang kebablasan. “Penghakiman sepihak Ismail Bolong kata Firman, terhadap Irjen Polisi Agus Andrianto berpotensi menyebabkan pelanggaran HAM, pencemaran nama baik, dan merusak kebinekaan,”ujar Firman.

Ismail Bolong tegas Firman, dapat dijerat, dengan Pasal  sebagaimana diatur Pasal 310, Pasal 332 KUHP serta UU ITE. Terkait penghakiman sepihak melalui media social katanya sangat bertentangan dengan HAM. Dalam perkembangannya lanjut Dekan Pasca Serjana Magester Ilmu, Fakultas Krisna Dwipayana (Unkris) tersebut terdapat hak yang dapat dibatasi pemenuhannya (derogable rights) meliputi hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk bergerak, hak untuk berkumpul dan hak untuk bicara.

Secara  tegas katanya Pasal 73 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah memberikan pembatasan terhadap penggunaan hak guna menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain. “Penghakiman sepihak adalah bentuk kebinekaan secara negative yang berpotensi memecah belah bangsa,”paparnya.

Video fitnah Ismail Bolong, katanya sangat menyudutkan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Karena  informasi yang disampaikan Ismail Bolong tidak disertai fakta-fakta hukum yang otentik. Sehingga informasi yang didapat masyarakat menjadi liar dan tentunya merugikan nama baik Bareskrim tersebut.

Firman menduga ada orang-orang lain yang bekepentingan dengan cara memanfaatkan kelabillan Ismail Bolong, dengan cara mempengaruhi mantan polisi tersebut untuk membuat video fitnah tehadap Kabareskrim.

Cara-cara ini kata Firman sangat tidak elok dan  bisa  merusak dan membahayakan profesionalitas institusi Polri. Firman menyarankan, Kapolri dapat mengevaluasi  secara objektif terhadap kasus yang mengkait-kaitkan keterlibatan Kabareskrim Irjen Polisi Agus Andrianto. Agar tidak menimpa polisi lain yang kemungkinan pangkatnya lebih rendah.

Kronologis Awal

Isu yang menyeret Komjen Agus Andianto berawal video pengakuan mantan anggota Polres Samarinda, Kalimantan Timur, Ismail Bolong yang mengaku pernah menyetorkan uang Rp 6 miliar  ke Kabereskrim Pori Komjen Agus Andrianto.

Kegiatan illegal itu, disebu berada di daerah Santan Ulu, Kecematan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli 2020 sampai November 2021.

Dalam videonya Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan seorang perwira petinggi Polri dan telah memberikan uang sebanyak tiga kali, yaitu bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober sebesar Rp 2 miliar dan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.

Namun kemudian, Ismail menarik pengakuannya dengan membuat video klarifikasi bahwa dirinya tidak pernah memberikan uang ke Kabareskrim. Terkait pengakuan ini, Ismail juga mengaku ada perwira tinggi Polri, yakni Eks Karo Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan yang menekannya untuk membuat video awal terkait pengakuan pemberian uang terhadap Komjen Agus Andrianto.  (zul)

 

Related posts