Jakarta, Indonesia Weekly
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, menyoroti mekanisme rekrutmen pegawai-non ASN melalui jalur titipan.
Titip menitip pegawai non-ASN di lingkungan pemerintah sudah bukan rahasia lagi. Tito menekankan, pegawai honorer apa pun mekanisme rekrutmennya, pekerjaannya harus tetap profesional.
Tito Karnavian, belum lama ini, menyoroti buruknya kinerja sejumlah tenaga honorer yang masuk melalui jalur titipan. Kebanyakan mereka ditempatkan pada bagian administrasi dan umum pemerintah daerah.
Menurut Menteri, asal Sumatera Selatan tersebut, banyak tenaga honorer non-ASN yang ditugaskan di pemerintah daerah (pemda) yang berasal titipan dari tim sukses (timses) kepala daerah yang memenangi kontestasi Pilkada.
“Tapi yang tenaga umum itu tim sukses. Mereka begitu menang yang didukung, dijadikan tenaga honorer. Jam 8 datang, jam 10 sudah pulang, kan repot,” ujar Tito di Kementerian Keuangan dikutip dari Tribunnews, Jumat (27/9/2024) lalu.
Sorotan Mendagri adanya tenaga Honorer tampaknya sudah tak bisa dipungkiri. Keresahan sedang melanda tenaga PJLP di Sekretariat DPRD DKI Jakarta. Kabar yang berhembus, sejumlah tenaga PJLP diputuskontrak di tengah jalan.
Paling tidak sudah ada lima tenaga PJLP kemanan dalam yang telah diputuskontrak di tengah jalan.
Pemutusan kontrak tersebut karena ada desakan dari fraksi tertentu untuk anggota tim sukses pada saat Pileg 2024 lalu.
Fraksi ini telah menargetkan untuk memasukan anggota timsesnya paling sedikit 50 orang. Para tenaga timses yang akan di-PJLP-kan juga dikabarkan hanya “melayani” dari fraksi tertentu ini.
Untuk diketahui, ada beberapa bagian tenaga PJLP di Sekretariat DPRD, seperti PJLP Administrasi, Keamanan Dalam, Kebersihan, Teknisi dan PJLP Mekanik. Jumlah mereka sampai seratus lebih.
Menanggapi hal ini, Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah menyatakan, fraksi ini sudah punya niat tidak baik.
“Niat baiknya hanya untuk kalangan sendiri tapi tidak di luar kelompoknya karena untuk memasukkan anggota timses atau apapun fraksi ini memaksa pemutusan kontrak sekaligus merampas hak orang yang masih memiliki kewajiban menyelesaikan kontraknya. Jadi fraksi bisa dikatakan berbuat dzolim,” tegas Amir, Minggu (6/10/2024).
Guna mengatasi keresahan para tenaga PJLP, lanjut Amir, hendaknya PJ Gubernur DKI membuat aturan dan batasan bagi fraksi – fraksi di DPRD DKI agar tidak melakukan ekspansi dan pemaksaan kepada Sekretariat dan SKPD – SKPD lainnya.
Selain itu, Tidak sedikit pula, para tenaga PJLP memiliki kredit dan cicilan di bank atau instansi lainnya yang harus menjadi bahan pertimbangan pemutusan kontrak PJLP. (man/zul)