Jakarta Indonesia Weekly
Polemik pagar laut Tangerang, ibarat makan buah simalakama. Dimakan ibu mati tidak dimakan bapak mati.
Pagar laut sepanjang 30,16 kilometer masih belum jelas status hukumnya. Bila dianggap illegal, maka merupakan barang bukti yang harus dilindungi, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 221 Ayat 1 angka 2 KUHP.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono sempat meminta pagar di laut wilayah Kabupaten Tangereng Banten, agar tidak dibongkar. Sebab pagar bambu tersebut merupakan barang bukti dalam proses penyelidikan KKP.
Sementara Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badang Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengatakan bahwa pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang telah memiliki status Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Data Kementerian ATR/BPN melalui aplikasi BHUM menunjukkan area tersebut terbagai menjadi beberapa kavling. Pihak yang memiliki HGB yaitu PT IAM sebanyak 234 bidang, PT CIS sebanyak 20 bidang dan perorangan sebanyak 9 bidang.
Sementara, terkait SHM yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang yang berjumlah 17 bidang diketahui dimiliki oleh Surhat Haq. Masalahnya HGB dan SHM yang diterbitkan berada diatas air laut. Seharusnya HGB dan SHM harus diterbitkan di atas tanah.
Sebagai mana dijelaskan, Direktur Penanganan Sengketa Pertanahan Kementerian ATR/BPN Eko Pranggodo mengatakan bahwa hak kepemilikkan lahan perairan di Tangerang baru dapat diberikan jika kawasan itu sudah direklmasi.
Terkait kasus ini, KKP RI (Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia) sudah menyegel pagar laut, Kamis,(9/01/2025) lalu. Bila membantun tanpa izin, dalang kasus ini bisa dikenakan pidana kejahatan lingkungan berat.
Berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap kegiatan yang berdampak penting pada lingkungan wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Kemudian, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, pemanfaatan wilayah pesisir harus dilakukan dengan izin resmi dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat setempat.
Pasal 8 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, mewajibkan semua pihak yang melakukan pemanfaatan ruang laut untuk mengutamakan kepentingan masyarakat pesisir dan kelestarian lingkungan.
Keberadaan pagar laut di perairan Tangerang juga melanggar Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023, kawasan yang dipagari seharusnya terbuka untuk beragam aktivitas, termasuk perikanan dan budidaya.
Gara-gara pagar misterius di perairan Tangerang, membuat mata pencaharian ribuan nelayan teracam. Seperti data yang dilansir dari DKP Banten, 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya terganggu imbas pemagaran, yang membatasi akses ke wilayah tangkap tradisional.
Keberadaan pagar laut telah menciptakan kerugian ekonomi, sosial, dan ekologis yang signifikan baik untuk negara maupun para nelayan di sekitar perairan Tangerang dan pantai utara Jakarta. Pengawasan yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga tidak menemukan adanya izin atau dokumen yang diterbitkan baik oleh kementerian maupun oleh dinas lingkungan hidup daerah terkait.
Direktur Pengaduan dan Pengawasan Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Ardyanto Nugroho sebelumnya memastikan bahwa pagar laut sepanjang 30,16 km di Tangerang tidak memiliki AMDAL.
“Dari hasil kegiatan pengawasan kami sementara kami tidak menemukan atau belum menemukan baik dokumen berupa amdal atau UKL-UPL lainnya yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup atau dinas lingkungan hidup di provinsi maupun kabupaten kota” katanya. Dia juga mengatakan KLH juga tidak pernah mengeluarkan dokumen perizinan terkait pemasangan pagar laut tersebut
Mengacu keterangan tersebut jelas, proyek pagar laut di perairan Tangerang, tidak memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan dapat berdampak negatif pada ekosistem laut. Proyek tersebut berpotensi menyebabkan kerusakan pada lingkungan, salah satunya pada ekosistem laut dan pesisir.
Pencabutan pagar laut di Tangerang, dihadapkan pada pilihan sulit. Serba salah, dicabut bisa melanggar hukum, tidak dicabut, menganggu mata pencaharian para nelayan. (penulis Dr. H. Anwar Husin, S.H.,MH.,MM adalah ketua dewan Pakar Indonesia Weeklyl).