Apakah Covid-19, Bentuk Nyata Agenda Kontrol Populasi Dunia ?

  • Whatsapp
Ketum Militan 34, DR. Anwar Husin, SH,MH. foto Ist

Jakarta-IndonesiaWeekly

Berdasarkan aspek low politics , Corona merupakan bagian dari international non conventional security yang mengancam human security. Dari sisi ekonomi, wabah Corona ada korelasinya dengan perang dagang antara dua economic great powers, yaitu Amerika Serikat (USA) dan China.

Read More

Sementara, dari aspek high politics, bisa diasumsikan bahwa penyebaran Covid-19 merupakan salah satu upaya yang ditempuh USA untuk meredam (sementara waktu) pergerakan agresivitas China di Laut China Selatan.  Atau wabah corona merupakan bagian agenda lain yang disebut aliran control over populasi?

Mantan perwira intelijen militer dari Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat atau CIA, Philip Giraldi, mengeluarkan pernyataan mengejutkan tentang virus corona COVID-19.  Dalam artikel yang diterbitkan Strategic Culture Foundation. Geraldi menyebutkan, bahwa virus corona tidak terjadi karena proses alami melalui mutasi genetika. Melainkan sengaja diproduksi di sebuah laboratorium. Dan disebutkan pula bahwa untuk menciptakan virus AS berkonspirasi dengan Israel.

Terus  dari mana asal muasal COVID-19?  AS, Juli 2019. Dari rilis dari sebuah artikel menceritakan bahwa seorang anak muda di Baltimore, tengah mengisap rokok elektrik disaat santai. Tanpa disadari, setelah menghisap beberapa kali, sang pemuda lantas tersungkur dan sesak nafas. Ternyata sang pemuda naas tersebut divonis telah mengalami pneumonia akut akibat mengkonsumsi rokok elektrik.

Namun para ilmuwan AS mengatakan bahwa kalo rokok elektrik tak akan mengakibatkan pneumonia yang berujung kematian demikian cepat. Kemungkinan yang paling masuk akal adalah kematian itu dipicu oleh sejenis virus yang mampu menginfeksi sistem paru-paru manusia. Dengan kata lain, virus corona-lah yang paling mungkin dituding sebagai penyebabnya.

Kemudian tersiar kabar, salah satu karyawan CDC telah tewas akibat terserang virus Corona. Padahal Directur CDC, Robert Redfield sebelumnya mati-matian lewat keterangan pers-nya, mengatakan bahwa penyebab kematian staf-nya adalah Flu Amerika.

Berdasarkan data, flu Amerika tersebut telah menyebabkan kematian sekitar 10 ribu orang di AS per Agustus 2019 lalu. Apakah flu Amerika adalah virus corona? Entahlah…

Satu yang pasti, penutupan pusat penelitian senjata biologis di Fort Detrick tersebut jelas menimbulkan kecurigaan internasional. Kenapa proses penutupannya tanpa penjelasan? Kenapa juga semua laporan yang berkaitan dengan aktivitas di Fort Detrick dihancurkan oleh CDC tanpa sisa sedikitpun?

Pada tanggal 18 – 27 Oktober 2019, bertempat di Wuhan, berlangsung event internasional berjudul Conseil Intenational du Sport Militaire (CISM) alias Military Word Games. Dalam ajang olimpiade militer dunia tersebut, AS mengirimkan 200 personel militernya untuk berlomba.

Event ini berakhir, tepat dua2 minggu sebelum kasus Wuhan merebak. Dan dua minggu adalah masa inkubasi virus Corona. *Mungkinkah, US Army menyeludupkan virus tersebut ke Wuhan?

Pada saat yang bersamaan ajang CISM, berlangsung event 201 yang digelar di John Hopkins Center for Health Security di kampus Institut John Hopkins yang terletak di Baltimore, Maryland AS.

Ajang 201 tersebut disokong penuh oleh Bill and Melinda Gates Foundation, Big Pharma (GAVI) dan nggak ketinggalan World Economic Forum (WEF). Apa isi ajang tersebut?

Simulasi latihan pandemi tingkat tinggi yang diberi kode nCov-2019. Simulasi tersebut menghasilkan 65 juta total kematian di seluruh dunia dan membuat pasar keuangan internasional ambles sekitar 15%.

Anehnya, simulasinya pakai nama yang sama dengan nCov-2019 sebelum berganti nama menjadi COVID-19 saat ini. Sebenarnya, darimana asal muasal COVID-19?  Kristian Andersen seorang ahli biologi evolusi dari Scripps Research Institute, telah menganalisa urutan COVID-19 untuk merunut dari mana asal virus tersebut. Berdasarkan temuannya, dari 27 turunan virus Corona, ternyata berasal dari 1 leluhur yang sama.

Sementara menurut para peneliti Jepang yang dipublikasi oleh televisi Asahi pada Februari lalu, mengklaim bahwa virus Corona awalnya berasal dari AS dan bukan dari China. “Sebanyak 14.000 kematian di AS yang katanya disebabkan oleh influenza, kemungkinan besar justru disebabkan oleh virus Corona,” begitu bunyi siaran pers-nya.

Masuk akal, bila disebut AS lah yang memiliki induk alias ‘batang pohon’ dari semua 27 turunan virus Corona di seluruh belahan dunia. Tak terkecuali virus Corona di Wuhan, China.  Dan semua turunan itu, diduga  dikembangkan di bio-lab militer AS Fort Detrick yang telah ditutup oleh CDC pada Juli 2019 lalu.

Berdasarkan data yang dirilis oleh John Hopkins University, kasus COVID-19 telah mencapai 156.112 kasus di seluruh dunia (total 141 negara), dengan 73.955 orang berhasil recover dan 5.829 orang mati (15/3). Artinya, tingkat kematiannya hanya 3,7%.

Di benua Eropa, bahkan tingkat kematiannya hanya 0,4%, dengan tingkat kematian terbesar ada di Italia yang mencapai sekitar 6,3%. Kenapa demikian banyak angka kematian di Italia? Diduga Italia adalah negara kedua di Eropa yang menandatangani agreement dengan China lewat proyek BRI-nya.

Bahkan China, tempat dimana COVID-19 muncul ke permukaan, disaat peak season-nya, tingkat kematian hanya menyentuh angka 3%. Masih jauh dari angka 12%.

Kemudian, para ahli biotek China dan Jepang berkali-kali mengatakan bahwa COVID-19 generasi pertama yang menghantam China dan negara-negara sekitarnya (Korea Selatan, Jepang, Hong Kong) serta korban yang terinfeksi dibelahan dunia lainnya, 99,9% merupakan genom Mongoloid.

Nah kalo China yang bergenom Mongoloid, yang awalnya disasar COVID-19 kini telah pulih, (karena mereka mengkonsumsi obat yang disebut Interferon Alpha 2B (IFNrec) yang didatangkan khusus dari Kuba), ngapain juga dunia harus panik plus pakai acara lockdown segala?

Ini artinya, status yang disematkan Tedros atas COVID-19 jelas mengada-ada alias lebay. Apakah Tedros sebagai peniup pluit nggak punya agenda terselubung dibalik upayanya membuat situasi dunia panik?

Kontrol Populasi

9-25 September 2019, bertempat di New York sebuah aliansi yang bernama ID2020 yang disponsori oleh World Economic Forum, mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi tentang Dampak Pembanguan Berkelanjutan dengan tema: “Rising to the Good ID Challenge”.

Nah hasil pertemuan tersebut kembali dimatangkan di Davos, Swiss pada Januari 2020 yang lalu. Apa isi kesepakatan tersebut?   Mereka akan mengeluarkan platform identitas digital di seluruh dunia. Dan Bangladesh telah ditunjuk sebagai negara perintis yang akan menerapkan program tersebut pada tahun 2020 ini.

Saat WHO mengeluarkan status darurat pandemi global, apa kira-kira yang mungkin dilakukan sebagai antisipasinya? Tak lain adalah upaya vaksinasi global. Vaksinasi global ini akan bersifat memaksa kepada semua orang karena status gawat daruratnya tadi.

Kalau sudah bicara vaksinasi global, siapa yang diuntungkan secara ekonomis dengan proyek dunia tersebut? Tak lain adalah Big Pharma dan GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunisation).

Apakah  vaksin yang disuntikkan nanti hanya vaksin COVID-19 saja?  Atau ada material  lain? Misalnya vaksin tersebut diberikan dengan tujuan terselubung yaitu untuk kontrol populasi dunia yang mulai nggak terkendali jumlahnya.

Dimasa depan, tiba-tiba muncul penyakit misterius yang bisa mengakibatkan orang-orang mati mendadak atau kejadian dimana para wanita kemudian mendadak mandul tanpa hal yang bisa dinalar akal sehat.

Kita patut curiga, mengingat Bill Gates merupakan seorang penyokong aliran kontrol over populasi. Hal ini jadi klop saat Aliansi ID2020 merekomendasikan vaksinasi sebagai platform identitas digital.

Apakah kita perlu panic dalam menyikapi COVID-19?  Menkes Terawan yang menyatakan bahwa COVID-19 akan sembuh dengan sendirinya, patut dijadikan rujukan. Apalagi, Terawan adalah sosok dokter, dan kedua beliau sekaligus sosok militer yang tahu pasti skenario apa yang sesungguhnya sedang dijalankan lewat _*panic global*_ yang dipicu oleh munculnya COVID-19 tersebut.

Jadi keputusan Jokowi  menentang upaya WHO, menetapkan status gawat darurat pandemi COVID-19 sangat  beralasan. Dengan menetapkan status tersebut, maka akan membuka jalan badan kesehatan dunia tersebut untuk mengobok-obok Indonesia. Setidaknya, dengan merapat ke China, langkah antisipasinya sudah berada pada jalur yang tepat.  (Dari berbagai sumber) Penulis adalah DR. Anwar Husin, SH, MH, Ketua Umum Militan 34).

Related posts