Dewan Pembina Laskar Prabowo 08 Nasional dan juga Ketum Relawan Indonesia Maju 34 Nasional, Dr Anwar Husin, S.H.M.M, terkait pengajuan hak angket DPR, buntut dugaan kecurangan pemilu yang diusulkan calon presiden Ganjar Pranowo, tidak perlu digunakan. Pasalnya kewenangan memutuskan tidak sahnya hasil pemilu itu, ada pada Mahkamah Konstitusi (MK) demikian katanya.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK), jelas Anwar, diatur dalam Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, yang salah satunya memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Jadi ketidakpuasan terhadap proses dan hasil pemilu Pilpres, sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme hukum yang resmi, yaitu Bawaslu atau MK. Bukan melalui jalur politik atau Hak Angket DPR RI. “Siapa pun yang bersalah dan terbukti melanggar secara terstruktur sistematis dan masif harus bertanggung jawab,” tegasnya.
Menurut penulis buku Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi Melalui Pengunaan Retorative Justice tersebut, pasca pemilu 2024 lebih baik semua pihak untuk mendorong rekonsiliasi bangsa, untuk mencegah kegaduhan antar anak bangsa.
Apalagi kata Anwar, hak angket DPR RI tidak akan bisa membatalkan hasil Pemilu 2024. ” Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, hak angket hanya berdampak pada KPU-nya bukan hasil pemilunya,” ujar Anwar.
Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Proses Panjang
Lebih lanjut kata Anwar, penggunaan hak interpelasi dan angket juga membutuhkan proses politik yang panjang. Jangka waktu pergantian parlemen dan pemerintah sekarang kurang lebih delapan bulan lagi. Awal tugas anggota DPR dan DPD baru akan dilakukan pada 1 Oktober 2024, sedangkan pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024.
Berdasarkan hal itu hak angket akan sulit dijalankan. Pasalnya, hak angket termasuk proses melakukan investigasi membutuhkan waktu yang cukup panjang. Hak angket ini harus diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.
Usul itu dapat menjadi hak interpelasi DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari satu per dua jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari satu per dua jumlah anggota DPR yang hadir. Sama seperti hak sebelumnya, hak angket harus dihadiri dan mendapat persetujuan lebih dari setengah anggota DPR.
Jika hak angket diterima maka dibentuk panitia khusus untuk melakukan penyelidikan, dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 hari sejak dibentuknya panitia. Apabila rapat paripurna memutuskan terjadi pelanggaran, DPR dapat menggunakan hak ketiganya, yaitu hak menyatakan pendapat. Hak menyatakan pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di dalam negeri atau di dunia internasional.
Hak ini juga dapat menjadi sikap atas tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket, atau dugaan bahwa presiden dan atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum. Jika rapat paripurna DPR memutuskan menerima laporan panitia khusus yang menyatakan bahwa presiden dan atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum maka DPR menyampaikan pendapat itu kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan putusan.
Jika MK memutuskan pendapat DPR itu terbukti maka DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan atau wakil presiden kepada MPR. Selain hanya menghasilkan rekomendasi saja, berdasarkan proses hak pengajuan Angket tersebut, waktu yang dibutuhkan tak akan cukup”tandas Anwar Husin. (zul)