Jakarta- Indonesia Weekly
Sejumlah Lembaga Permasyarakatan (Lapas) di Indonesia mengalami over kapasitas atau kelebihan muatan. Data yang diterima dari Direktorat Jenderal Permasyarakatan (Ditjenpas) per 6 Mei 2021 lalu, lapas di Indonesia mengalami kelebihan muatan hingga 131,077 persen.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyakatan (Sesditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Heni Yuwono mengatakan, narapidana terbanyak yang memenuhi lapas yaitu, barkaitan dengan kasus narkoba, sekitar 136.397 narapidana tersebar di seluruh lapas dilansir portal MNC Indonesia, Jumat (7/8/2021).
Menurut pakar hukum pidana Dr. Anwar Husin, S.H,M.M, dihubungi lewat ponselnya Kamis siang (09/09), selain mengoptimalkan pembebasan bersyarat asimilasi di rumah bagi warga binaan yang telah memenuhi syarat administratif maupun substantive, aparat penegak hukum juga biasa mengimplementasikan pemidanaan dan keadilan restorative bagi pelaku pidana anak dan dewasa di seluruh Indonesia.
Penerapan Restoratif Justice kepada orang dewasa kata Anwar merupakans solusi mengatasi over kapasitas atau kelebihan muatan di lapas-lapas di seluruh Indonesia. “Pidana penjara justru telah menunjukkan efek yang kontraproduktif terhadap upaya rehabilitasi dan reintegrasi para pelaku tindak pidana ringan”tukasnya.
Penerapan Restoratif Justice bagi pelaku dewasa kata Anwar sudah mulai dilakukan baik di tingkat penyidikan kepolisian merujuk pada Surat Edaran Kapolri No. 8 Tahun 2018 tentang penerapan Keadilan Restoratif dalam penyelesaian perkara pidana di tingkat penuntutan kejaksaan merujuk pada Peraturuan Kejaksaan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan keadilan Restoratif, ditingkat pemeriksaan pengadilan merujuk pada SK Ditjen Badan Peradilan Umum No. 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif.
Penerapan keadilan restorative kata Anwar selain bisa menurunkan over kapasitas Lapas dan Rutan, biasa juga menurunkan pelaku kejahatan (residivisme) serta menurunkan penumpukkan perkara pidana. Restoratif Justice kata Anwar merupakan pendekatan yang ingin mengurangi kejahatan dengan mengelar pertemuan antara korban dan terdakwa yang melibatkan para perwakilan masyarakat secara umum.
Pertemuan tersebut jelas Anwar, dilakukan untuk bermusyawarah mengenai hal yang harus dilakuan seperti, menebus kejahatan, meliputi pemberian ganti rugi kepada korban, permintaan maaf atau tindakan-tindakan pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Keadilan Restoratif kata Anwar merupakan alternative dalam system peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat.
Dampak buruk penggunaan pidana penjara ujar Anwar, diantaranya over kapasitasnya lembaga permasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (Rutan). Hal itu dikarenakan tingginya jumlah penghukuman dibanding dengan kapasitas ruang penjara yang tersedia.
Berdasarkan data SDP (Sistem Database Permasyarakatan) menunjukkan total penghuni Lapas dan Rutan mencapai 262765 orang narapidana, sementara kapasitas atau daya tamping Lapas dan Rutan hanya sekitar 135.647 orang. Secara data statistic, menunjukkan tingkat over kapasitas hunian Lapas dan Rutan mencapai 94 persen. “Penerapan Restoratif Justice akan mengurangi kapasitas Rutan dan Lapas yang selama ini selalu over kapasitas,,” tandas Pakar Hukum Pidana, Dr. Anwar Husin, S.H,M.M. (zul)