Indonesia Weekly
Pemikiran Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno, masih sangat relevan dalam konteks membangun bangsa saat ini.
Ada tiga hal pokok yang mesti dipersiapkan dalam membangun sebuah bangsa, yaitu, investasi keterampilan manusia (human skill investment), investasi material (material investment), dan investasi mental (mental investment).
Human skill investment menyangkut penyiapan keterampilan manusia Indonesia, menuju masyarakat adil dan makmur, agar kita bisa menundukkan alam dan memenuhi kebutuhan manusia Indonesia tanpa tergantung pada dunia luar.
Karena itu pada jaman Presiden Soekarno dibangunlah sekolah-sekolah teknik di seluruh Indonesia, ribuan putra-putri Indonesia dikirim belajar ke luar negeri, tujuannya ketika kembali ke tanah air anak-anak bangsa tersebut, bisa membangun Indonesia.
Kemudian material investment. Hal ini menyangkut penyiapan berbagai material, seperti semen, besi, baja, aluminium, dan lain-lain, untuk kebutuhan pembangunan atau industrialisasi di Indonesia.
Bung Karno sangat yakin, tanpa persiapan material yang cukup, tak mungkin pembangunan bangsa ini dengan baik. Kalau material tak ada, maka tak mungkin membangun jembatan, pelabuhan, industri mobil, industri kapal, dan lain-lain. Kita akan selalu bergantung pada impor bahan material dari luar.
Karena itu, pada masa Bung Karno dibangun industri baja di Cilegon, beranama PT. Krakatau Steel. Selain itu dibangun pula industri semen di Padang (Sumatera Barat), di Gresik (Jatim) dan di Tonasa (Sulsel).
Kemudian, terakhir, penyiapan mental manusia Indonesia (mental investment). Pembangunan mental ini bertujuan melahirkan manusia Indonesia baru, yang mental politiknya berdaulat, mental ekonominya berdikari, dan mental kebudayaannya berkepribadian bangsa Indonesia.
Untuk menuju mental politik berdaulat, mental ekonomi berdikari dan mendal kebudayaan bekepribadian bangsa Indonesia harus dimulai dari sedini mungkin. Dimulai dari keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Untuk mewujudkan itu semua masyarakat Indonesia harus mempunyai mental yang tangguh, bermoral baik mampu mengeloh emosi dan mempu mengeksplorasi dan menginternalisasi kekayaan fisik, rasa dan spiritual dalam kehidupan.
Bung Karno sering berseru-seru “nation and character building”. Katanya, keahlian atau pengetahuan teknik, jikalau tak dilandasi jiwa yang besar, tidak akan mungkin mencapai tujuannya. Ilmu pun harus dilandasi oleh sebuah jiwa. Ilmu harus didedikasikan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat.
Pendidikkan Dini
Mewujudkan pemikiran Bung Karno tersebut generasi muda Indonesia harus dikenalkan pendidikan karekter sejak dini. Apalagi sekarang sehari hari anak-anak bergelut dengan gadget, kebebasan informasi yang tidak terbatas, dan tidak diimbangi dengan pendidikan karakter akan menimbulkan krisis moral yang berakibat pada prilaku negatif.
Seperti praktik kekerasan (bullying), pergaulan bebas, penyalahgunaan obat-obat terlarang dan lain sebagainya. Pendidikan karakter, bisa memberdayakan potensi anak guna membangun karakter pribadinya sehingga dapat menjadi individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan.
Character Building atau membangun karakter yaitu membangun (to build) dan karakter (character) artinya membangun yang mempunyai sifat memperbaiki, membina, mendirikan. Sedangkan karakter adalah tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Jadi Character Building merupakan suatu upaya untuk membangun dan membentuk akhlak dan budi pekerti seseorang menjadi baik. Karakter adalah sesuatu yang penting dalam pengembangan kualitas manusia maka karakter mempunyai makna sebuah nilai yang mendasar untuk memengaruhi segenap pikiran, tindakan dan perbuatan setiap insan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Menyikapi fenomena korupsi yang marak terjadi sekarang ini, pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan. Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan negara.
Bila hal ini terus terjadi maka cita-cita Indonesia maju pada 2045 sulit tercapai dan Indonesia akan terus menjadi negara berkembang. (dari berbagai sumber) Penulis Joko Tunggono.